Awal Mula Islam di Tanah Jawa: Datangnya Wali Songo
“Jawa adalah kunci”. Istilah ini sangat berkaitan ketika menggambarkan proses perubahan masyarakat di Nusantara. Jawa menjadi poros perubahan Indonesia sejak kerajaan-kerajaan di Jawa menancapkan kuku-kuku imperiumnya di Nusantara. Faktor berkembangnya Jawa hingga era modern, dimana segala perubahan politik-ekonomi-sosial-budaya-pertahanan-dan keamanan di Indonesia diukur mula-mula dari Jawa. Dalam sejarah Islamisasi Nusantara, Jawa juga memegang kunci utama.?
Islamisasi Jawa berjalan lebih lambat dibandingkan Islamisasi di Sumatra. Utusan Islam datang di Sumatra dan Jawa dalam kurun waktu yang kurang lebih sama, yaitu pada abad pertama hijrah (abad VII masehi). Di Jawa, momennya adalah kedatangan utusan Khalifah kepada Ratu Sima dari Kerajaan Kalingga. Namun, perutusan tersebut belum mampu melahirkan hasil dakwah yang besar, yaitu berdirinya institusi pemerintahan Islam.
Hal ini berbeda dengan Sumatra. Surat-menyurat antara Raja Sri Indravarman dari Sriwijaya kepada Khalifah Muawiyah ibn Abi Sufyan dan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz berhasil melahirkan Sribuza Islam (meskipun eksistensinya cukup singkat karena terjadinya kudeta wangsa Syailendra yang didukung oleh Kekaisaran Dinasti Tang dari Tiongkok). Walau mengalami jatuh bangun, pemerintahan Islam di Sumatra muncul kembali pada abad ke-9 Masehi dengan lahirnya Kesultanan Peureulak.
Pada masa itu, Islam berkembang dalam bentuk komunitas-komunitas masyarakat di pelabuhan-pelabuhan di Jawa. Situs pemakaman Islam di Leran Gresik menunjukkan komunitas masyarakat Islam telah eksis di Jawa kurang lebih di era raja Airlangga (1009 – 1042) dari Kerajaan Kahuripan. Komunitas ini terbentuk dari korelasi antara pedagang-pedagang Timur Tengah dengan para saudagar lokal. Jawa adalah penghasil beras, indigo, garam dan juga lada. Pelabuhan-pelabuhan besar di Jawa juga menjadi tempat transit rempah-rempah Maluku, kuda dari Sumbawa, serta aneka sumber daya alam dari wilayah Timur Nusantara.
Perubahan politik Internasional (perpindahan bani Umayyah ke Abbassiyyah, penyerbuan Tatar Mongol, hingga perpindahan Mamluk-Abbassiyyah ke Utsmaniyyah) serta di lokal Jawa (pergantian kerajaan Kahuripan – Kediri – Singasari – Majapahit dan juga perang saudara/Paregreg Majapahit) mengubah arah Islamisasi di Jawa. Islamisasi di Jawa kemudian semakin gencar dengan berdatangannya para ulama’ dari kawasan pusat Peradaban Islam (Para peneliti sepakat bahwa wilayah pusat dunia Islam adalah lembah sungai Nil di Mesir dan lembah sungai Oxus di Asia Tengah. Selebihnya adalah wilayah Periferi).
Para muallim ini di kemudian hari dikenal sebagai Wali Songo. []
Sumber:
Azyumardi Azra, “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII”. 1994; Mizan.
Claude Guillot dan Ludvik Kalus, “Inskripsi Islam Tertua di Indonesia”. 2008; Kepustakaan Populer Gramedia.
Firas Alkhateeb, “Sejarah Islam yang Hilang”. 2016; Bentang Pustaka.
Hasan Djafar, “Masa Akhir Majapahit”. 2009; Komunitas Bambu.
M. C. Ricklefs, “Mengislamkan Jawa”. 2013; Serambi.
M. C. Ricklefs, “Sejarah Indonesia Modern;1200 – 2008”. 2008; Serambi.
Moeflich Hasbullah, “Islam dan Transformasi Masyarakat Nusantara”. 2017; Kencana.
Widji Saksono, “Mengislamkan Tanah Jawa; Telaah atas Metode Dakwah Walisongo”. 1995; Mizan.
Jurnal Islamia edisi April 2012, “Pembebasan Nusantara: Antara Islamisasi dan Kolonialisasi”.
National Geographic Indonesia edisi Oktober 2009, “Moderat dan Radikal dalam Rumah Bernama Indonesia”.
National Geographic Indonesia edisi September 2012, “Repihan Majapahit”.