Belajar dari Sosok Ibunda Aisyah : Muslimah Cerdas Pembangun Peradaban
Beliau merupakan salah satu sosok wanita terbaik yang dikenal dengan kecerdasannya, kecemerlangan dalam berpikir, dan perhatiannya yang kuat.
Dari Sufyan bin Uyainah, dia berkata bahwa Imam Az-Zuhri berkata,
“Seandainya ilmu Sayyidah Aisyah dikumpulkan, kemudian ilmu istri-istri Nabi yang lain dikumpulkan menjadi satu ditambah ilmu seluruh wanita, nicaya ilmu Sayyidah Aisyah masih lebih banyak”
Keluasan ilmu Sayyidah Aisyah menjadikannya sebagai salah satu rujukan utama para sahabat ketika menghadapi masalah yang sulit dipecahkan. Tidak hanya dalam masalah agama, namun juga meliputi ilmu sastra, silsilah keturunan (nasab), hingga masalah kedokteran.
Abu Musa al-Asy’ari berkata,
“Jika ada suatu perkara yang sulit bagi kami, lalu kami menanyakan jalan keluarnya kepada Sayyidah Aisyah, niscaya akan kami dapati dia memiliki pengetahuan tentangnya.”
Sikap para sahabat Nabi yang tak segan bertanya kepadanya dan bahkan memuji kecakapannya, cukuplah menjadi gambaran betapa Islam memuliakan sosok perempuan.
Bahkan, Sayyidah Aisyah juga dimasukkan dalam jajaran para ulama di kalangan para sahabat yang banyak memberi fatwa. Para sahabat yang masuk dalam kategori ini (yang semuanya adalah lelaki) adalah Umar bin Khaththab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Umar.
Urwah bin Zubair bin Awwam meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata, “Aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih pandai dari Sayyidah Aisyah dalam ilmu tentang Al-Qur’an, ilmu waris, halal dan haram, sya’ir, budaya Arab, dan nasab.” Urwah berkata kepada Sayyidah Aisyah,
“Wahai bibiku, aku tidak heran dengan ilmu agamamu karena engkau adalah istri Rasulullah, juga putri Abu Bakar. Aku juga tidak heran dengan ilmumu tentang syair dan sejarah Arab karena engkau adalah putri Abu Bakar, orang yang paling mengetahui (dalam masalah ini). Akan tetapi, yang aku heran adalah engkau juga menguasai ilmu kedokteran.”
Maka, Sayyidah Aisyah menepuk pundak Urwah seraya berkata, “Wahai Urwah, sesungguhnya Rasulullah di akhir umurnya menderita sakit, lalu utusan dari kabilah-kabilah Arab berdatangan, lalu mereka menunjukkan beberapa resep. Kemudian aku meramunya. Maka dari situlah (aku dapat mengetahui ilmu kedokteran).”
Pasca wafatnya Rasulullah, jika para sahabat berbeda pendapat dalam beberapa hukum, seperti masalah mandi besar, haid, jimak, atau berbagai urusan kerumahtanggaan lainnya, maka mereka merujuk kepada para istri Rasulullah, karena merekalah sosok yang paling dekat dengan sang kekasih Allah.
Inilah salah satu hikmah mengapa Rasulullah memiliki banyak istri. Namun, dari sekian banyak istrinya, Sayyidah Aisyah lah yang paling besar peranannya dalam masalah ini, yakni dengan menjadi wanita yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah.
Selain itu, usianya yang masih muda menjadi kelebihan tersendiri dengan ingatan yang lebih kuat dan lebih siap dalam menerima ilmu.
Beliau telah hafal Al-Qur’an ketika Rasulullah masih hidup dan meriwayatkan 2210 hadits dari Rasulullah. Dari sisi sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits, Sayyidah Aisyah berada di urutan keempat, di bawah Abu Hurairah yang meriwayatkan 5374 hadits, Abdullah bin Umar bin Khaththab (2630 hadits), dan Anas bin Malik (2286 hadits).
Ketika gambaran tentang kemuliaan beliau hanya sebatas berita bohong tentangnya, kisah perang jamal, namanya yang seringkali tertukar dengan Asiyah istri sang Firaun, dan romantisme rumah tangganya dengan Rasulullah, beliau sejatinya merupakan sosok yang selayaknya menjadi teladan dan inspirasi bagi umat Islam dalam menuntut ilmu dan mendidik generasi demi terwujudnya peradan Islam yang gemilang. Wallahu a’lam[]
Sumber:
Abdullah Haidir, Lc. 2017. Istri dan Putri Nabi. Pro-U Media: Yogyakarta.
Abdurrahman bin Abdullah. 2005. Kisah-Kisah Manusia Pilihan. Pustaka Thariqul Izzah: Bogor.