Dokumen Gilchrist: Peran Asing di Balik G30S/PKI?
Mei 1965, di sebuah villa di kawasan Tugu, Puncak, Bogor, massa pemuda rakyat yang mengobrak-abrik villa milik Bill Palmer tersebut menemukan sebuah dokumen yang nantinya memicu perubahan di Indonesia. Dokumen berupa nota bercap Kedubes Inggris tersebut berisi telegram rahasia yang dikirim oleh Sir Andrew Gilchrist, dubes Inggris untuk Indonesia terkait kerjasama antara AS-Inggris dengan kekuatan yang disebut “our local Army friends” untuk menjatuhkan Presiden Soekarno.
Dokumen yang kemudian hari terbukti palsu dan dibuat intelijen Ceko untuk memicu gerakan anti Amerika di Indonesia tersebut menggulirkan isu “Dewan Jenderal” di kubu TNI AD yang berupaya merebut kekuasaan andai nantinya Presiden Soekarno meninggal. Isu inilah yang menjadi pemicu PKI melalui agen-agennya di kalangan militer untuk menculik dan membantai petinggi Angkatan Darat pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965.
Lalu adakah hubungan antara peristiwa G30S/PKI dengan pihak asing? Hingga hari ini sulit dibuktikan. Meskipun demikian ada beberapa hal yang bisa menjadi benang merah.
Pertama, tidak bisa dipungkiri PKI adalah partai politik ideologis berbasis internasional. Ia sejak kelahirannya menahbiskan dirinya adalah bagian dari Komintern (Gerakan Komunis International). Maka garis partai mengikuti segala instruksi dari pusat gerakan komunis internasional. Sejak kudeta 1926, Madioen 1948, hingga G30S/PKI, para petinggi PKI memulainya dengan berkonsultasi dengan pihak-pihak komunis internasional. Dokumen terkini menemukan komunikasi yang intens antara D.N. Aidit dengan Mikail Suslov (ideolog Partai Komunis Sovyet) maupun dengan Mao Zedong (pemimpin tertinggi RRC).
Dari sini sulit kiranya menyatakan bahwa peristiwa 30 September adalah peristiwa reaksional semata, namun telah direncanakan jauh-jauh hari oleh CC PKI dan dimonitor oleh komunitas komunis internasional.
Kedua, Indonesia sebelumnya telah masuk ke dalam permainan negara-negara besar dunia (AS, Inggris, dan Uni Sovyet serta RRC). Pasca PD II, Belanda yang dibantu oleh walinya yaitu Inggris, merasa akan mudah menguasai Indonesia kembali. Namun perlawanan sengit dari rakyat Indonesia serta upaya Amerika Serikat dan Uni Sovyet untuk menyingkirkan Inggris dari kawasan Asia Timur menyebabkan masalah Asia Timur menjadi rumit dibandingkan hanya sekadar mengalahkan Jepang. Inggris berupaya sedemikian rupa mempertahankan jajahannya dari gangguan AS dan Sovyet. Kedua negara pemenang PD II tersebut menggunakan Indonesia, sebuah negara yang bersemangat mewujudkan kemerdekaan dan dipimpin oleh pemimpin yang anti kolonialisme dalam perang proxy melawan Inggris.
Trikora dan Dwikora berhasil dilancarkan dan memaksa Inggris untuk diam di wilayah jajahannya yang kecil di semenanjung Malaya. Amerika Serikat dan Uni Sovyet kemudian masuk lebih dalam ke Indonesia. Kita bisa melihat pasca G30S dan terutama di era Orde Baru, Amerika dengan konsep penjajahan barunya berkuasa secara penuh di negeri ini.
Lalu apakah berarti CIA terlibat langsung dalam hal ini? Bisa jadi tidak. Namun mereka bergerak dalam bayangan untuk mengadu kekuatan besar yang sedang saling melotot satu sama lain di negeri ini, AD di satu sisi dan PKI di sisi lain. Dan efeknya adalah kejatuhan Presiden Soekarno dan Indonesia memasuki era baru dimana hampir sebagian besar kekayaannya jatuh ke tangan korporasi asing di bawah Amerika Serikat [].
Sumber :
Beggy Rizkiansyah, dkk. 2017. Dari Kata Menjadi Senjata : Konfrontasi Partai Komunis Indonesia dengan Umat Islam. Penerbit Jurnalis Islam Bersatu (JITU). Jakarta.
Salim Haji Said. 2015. Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto. Mizan Pustaka. Bandung.
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani. 2005. Mafahim Siyasiyah li Hizbit Tahrir (Edisi Mu’tamadah).