IMF: Mengenal Lembaga Rentenir Internasional
Pada 1-22 juli 1944 berlangsung sebuah konferensi keuangan internasional di Bretton Woods, sebuah desa kecil di lereng Mount Washington, negara bagian New Hampshire, Amerika Serikat. Konferensi yang diseselenggarakan PBB itu menghadirkan perwakilan dari 44 negara. Pembahasan utama dari konferensi internasional tersebut adalah bagaimana memperbaiki dan membangun ekonomi pasca perang dunia.
Pada akhirnya, dari pertemuan itu lahirlah dua lembaga yakni International Monetary Fund (IMF), International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) atau lebih dikenal sebagai World Bank (WB) dan satu konsensus perdagangan internasional yaitu General Agreement on Tariffs and Trades (GATT).
Metode Operasi IMF
IMF baru disahkan pada tanggal 1 maret 1947 dengan staff berjumlah 100 yang direkrut dari 15 negara. Indonesia sendiri resmi menjadi anggota IMF dan Bank Dunia pada tanggal 15 April 1954. Mekanisme pengambilan keputusan dalam IMF dilakukan dengan voting. Setiap voting memiliki bobot suara bergantung saham yang ditanamkan negara tersebut di IMF.
Amerika Serikat merupakan pemilik suara terkuat di IMF dengan 17,10% bobot suara, suara terkuat kedua dimiliki oleh jepang dengan 6,14% bobot suara, gabungan seluruh negara Eropa jika ditotal memiliki 40% suara, sedangkan gabungan dari seluruh negara asia tenggara memiliki bobot 3,18% suara.
Menurut Harinowo, yang pernah menjadi Alternate Executive Director di IMF, lembaga tersebut masih mengandung misteri terkait dengan pengambilan keputusannya. Walaupun total seluruh negara Eropa memegang persentase suara sebesar 40%, dan total suara dari konsolidasi negara G-11 mendekati 30%, tetapi tidak ada yang tau pasti siapa sebetulnya yang menyetir IMF.
Misteri Penyetir “Kebijakan” IMF
Misteri ini ternyata tidak hanya berkembang di kalangan awam, tapi diantara mereka yang setiap hari beraktifitas di lembaga tersebut. “Hanya mereka yang betul-betul berada di pusat syaraf lembaga tersebut yang mengerti dengan pasti apa sebetulnya yang terjadi”, begitu ujar Hariwono. Memecahkan misteri ini sangat sulit dilakukan secara teknis karena terbatasnya akses informasi.
Tetapi kita bisa membaca petanya jika kita bahas dari sisi ideologis ditambah mengikuti perkembangan kebijakan IMF dari masa ke masa. Oleh karena itu, kita sebagai pengamat perlu membekali diri dengan kajian-kajian normatif terkait dengan ideologi.
Sumber:
Cyrillus Harinowo. 2004. IMF: Penanganan Krisis & Indonesia Pasca-IMF. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gambar: https://cdn.cfr.org/sites/default/files/styles/full_width_xl/public/image/2019/11/IMF.jpg