PolitikSejarah

Khilafah Itu Solusi dari Isu Palestina. Kok Bisa?

Share the idea

Dukungan kepada rakyat Palestina booming di mana-mana. Ada yang menyerukan gencatan senjata, bantuan kemanusiaan, serta two-states solution dengan negara Palestina dan negara Zionis yang sama-sama merdeka dan berdaulat.

Di luar solusi tersebut, ternyata ada juga aksi masif di seluruh penjuru dunia yang menyerukan bahwa solusi Palestina, justru adalah Khilafah. Seruan ini tersebar mulai dari Jakarta, Bandung, Kuala Lumpur, Istanbul, Hamburg, Copenhagen, dan wilayah lainnya.

Aksi seruan Khilafah di Inggris (kiri) dan Malaysia (kanan). Pada gambar Malaysia, terlihat poster “Khilafah is the answer”

Lalu ada yang bertanya, kenapa Khilafah jadi solusi masalah Palestina? Bukankah al-Aqsha dulu diinvasi pasukan Salib ketika Khilafah ‘Abbasiyah masih ada? Bagaimana mungkin solusi tuntas Palestina itu justru Khilafah, padahal masalah tetap muncul ketika Khilafahnya masih ada?

Secara konsep, seorang Khalifah dilantik untuk memimpin umat Islam dan melindungi seluruh wilayah kaum muslimin. Berdasarkan konsep tersebut, jika sang khalifah dari bani ‘Abbasiyah justru tidak merasa bertanggungjawab ketika Palestina jatuh ke tangan Pasukan Salib, maka yang terjadi bukan kesalahan konsep Khilafahnya. Bukan pula kesalahan dari sistem Islamnya, melainkan pada ranah pelaksanaan yang tidak ideal.

Sebab, Khilafah itu sejak awal dikonsep sebagai negara yang tunduk hanya kepada hukum syara’. Dan berdasarkan hukum syara’ yang berlandaskan                al-Qur’an dan Sunnah, umat Islam sangat dipersilahkan untuk menuntut dan menyalahkan khalifah atas pengabaiannya terhadap keamanan dan kesejahteraan umat Islam di wilayah Palestina.

Surat aduan dari muslimin Brunei kepada Khalifah Abdul Hamid II atas penjajahan Inggris di masa kolonialisme, dalam buku “Siyasah Sulthaniyah” karya Nicko Pandawa

Sayangnya, hari ini kita tidak hidup di era Khilafah, melainkan di era nation states atau negara bangsa. Berbeda dengan konsep negara Khilafah yang melindungi seluruh wilayah kaum muslim tanpa sekat kebangsaan, konsep negara bangsa adalah negara yang otoritasnya terbatas pada bangsa tertentu di wilayah tertentu yang garis teritorialnya sudah tetap.

Maka, jika Presiden Mesir hanya ingin mengurusi rakyat Mesir, hanya menjaga negerinya yang diatur dalam batas-batas negara Mesir, dan tidak ikut campur urusan Palestina dengan cara yang berisiko membahayakan keamanan Mesir; berarti ia sudah melakukan hal yang benar menurut konsep negara bangsa dan sesuai amanah konstitusinya.

Gaza bukan bagian dari wilayah Mesir. Sehingga sikap Presiden Mesir yang tak ikut campur dalam urusan Palestina dengan cara yang berisiko membahayakan keamanan Mesir, adalah hal yang benar menurut konsep negara bangsa.

Hal yang sama juga berlaku pada Raja Saudi, Raja Jordan, Presiden Turki, dan seterusnya. Mendudukkan masalah Palestina sebagai “masalah bangsa lain, bukan masalah bangsaku” adalah hal yang tepat, menurut konsep negara bangsa.

Ambil contoh as-Sisi dan Erdogan. Keduanya bukan khalifah. Keduanya adalah pemimpin negara bangsa yang terbatas secara konsep. Mereka tidak bisa dituntut secara formal dan konstitusional untuk menerjunkan pasukan dan alat-alat perang ke Gaza. Paling jauh, mereka hanya bisa dituntut untuk menjadi, “tetangga yang baik dan peduli”, yang hanya bisa beretorika di mimbar politik dan panggung diplomasi penuh drama. Karena secara konsep negara bangsa, Gaza itu bukan tanggungjawab mereka.

Konsep negara bangsa membuat banyak pemimpin muslim hanya bisa bersilat lidah dengan penuh drama dalam isu Palestina

Itulah sebabnya negeri-negeri Muslim tidak melakukan hal yang dituntut syariat untuk melindungi dan merebut kembali Palestina dari Zionis. Itulah alasan konstitusional mengapa Mesir menutup perbatasannya dan menolak pengungsi Gaza. Itulah alasan kenapa Saudi tidak peduli dan malah sibuk sendiri dengan konser Shakira di Riyadh Season.

Yah… Kalau yang ini, kelewat parah sih.

Maka dari itu, bersatunya kekuatan umat Islam tanpa terbatasi oleh sekat-sekat kepentingan nasional, hanya mungkin terjadi ketika ada Khilafah. Sebab, sekali lagi. Secara konsep, Khilafah adalah negara yang di-setting dengan sistem demikian.

Apakah mungkin seorang Khalifah mengabaikan tugas ini? Ya, mungkin saja. Namun sekali lagi, secara konstitusional, dia bisa dituntut untuk mengambil tindakan yang benar menurut Islam dalam kapasitasnya sebagai khalifah kaum Muslimin. Tentunya, dengan menyerukan j had fi sabilillah, dan mengakh ri eksistensi negara Sirewel.

Whatever it takes, until Palestine is free, beyond the river and the sea…

Naskah yang disunting ulang oleh Nicko Pandawa ini, diinspirasi dari tulisan ust. Titok Priastomo

Dalam bukunya yang berjudul “Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda”, Nicko Pandawa yang merupakan sejarawan ini mengungkapkan bagaimana Khilafah membantu negeri kita di masa penjajahan, dan upaya para Khalifah melaksanakan kewajibannya sebagai pemimpin kaum muslimin.

Padahal di masa tersebut, Istabul dan negeri ini terpaut jarak hingga ribuan kilometer. Bagaimana bisa?

“Sudah setara dengan sebuah disertasi doktor. Buku ini mengungkap sisi-sisi yang hampir tidak pernah dibahas dalam sejarah Indonesia.”

Prof. Dr. –Ing. Fahmi Amhar, Cendekiawan Muslim

554 halaman, 891 catatan kaki.

Baca bukunya dengan klik link berikut https://linktr.ee/kli.books

Share the idea

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *