Kita, Hidup di Negeri Patung. Dengan Umat Islam yang Hanya Bisa Mematung
Perkenalkan, ini adalah patung Gadjah Mada di Air Terjun Madakaripura, Probolinggo, Jawa Timur.
“Patung pemersatu” Nusantara sebelum Soekarno ini, direkonstruksi berdasarkan imajinasi Mohammad Yamin yang belakangan baru diketahui, ternyata terinspirasi dari sebuah celengan babi.
Mohammad Yamin mungkin tak terbayang. Bahwa hasil rekonstruksi Gadjah Mada darinya, kelak diperlakukan hingga seperti ini.
Foto tersebut mengingatkan kita, atas sebuah kesombongan luar biasa dari Prof. (H.C.) Dr. (H.C.) Hj. Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri. Dalam peresmian prasasti Taman UMKM Bung Karno, beliau mengatakan,
“Kalau dari Islam garis keras mengatakan, tidak boleh. Takut itu (patung Soekarno) didewakan atau disembah. (Padahal) tidak ada niat seperti itu. Hanya sebuah pengenalan dari suatu sosok pahlawan.”
Apa yang dikatakan oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu mungkin juga senada dengan mayoritas akal sehat kita. Tak mungkin di abad ke-21 ini, ada orang yang akan menyembah patung Soekarno. Tidak logis, tidak rasional. Sebab, ia hanyalah seorang pahlawan. Mengaku Tuhan pun tidak!
Tapi, kita juga tidak terbayang. Bahwa ternyata, hari ini ada yang menganggap sosoknya sebagai wali dan menjadikan ajarannya sebagai mazhab!
Hal ini, kemudian mengingatkan kita tentang kisah kaum Nabi Nuh. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas, bahwa ternyata, mereka sudah terbiasa membuat patung orang-orang sholih di antara mereka.
Awalnya, patung itu dibangun agar mereka semakin giat dalam ketaatan ketika melihat patung orang-orang sholih itu. Ketika orang-orang itu meninggal dan digantikan oleh generasi sesudah mereka, lama-kelamaan, patung-patung itu justru disembah.
Padahal, Allah sudah mengabadikannya dalam QS Nuh ayat 23,
Mereka berkata, “Janganlah kalian sekali-kali meninggalkan sesembahan-sesembahan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, maupun Nasr.”
Jangankan patung. Sosok paling mulia seperti Nabi Muhammad saja, gambarnya pun tak ada. Beliau cukup mewariskan ajaran yang jika kita berpegang teguh padanya, selamanya takkan tersesat.
Lantas, kenapa negeri muslim terbanyak di dunia ini tak kunjung belajar?
Kita, hidup di negeri patung. Dengan umat Islam yang hanya bisa mematung
Komunitas Literasi Islam