Konstituante: Mendebat Pancasila
Sikap PKI soal menerima Pantja Sila, terutama sila pertama, yang berisikan Ketuhanan Yang Maha Esa memang tidak jelas. Pada bulan November 1954, PKI memutuskan untuk menerima Pantja Sila sebagai dasar negara. Di Sidang Konstituante, Ir. Sakirman dari Fraksi PKI coba menjelaskan.
Menurutnya, “Berdasarkan pengalaman kita selama 12 tahun ini tantang praktek daripada Pantja Sila pada umumnja dan sila Ke-tuhanan Jang Maha Esa chususnja dan laporan Komisi I mengenai pendapat jang bersamaan, angka 4 jang berbunji, “Mendjamin adanja kebebasan beragama dan beribadat”, huruf m daripada pendapat jang menghendaki Pantja Sila sebagai Dasar Negara jang mengatakan, “Pantja Sila mendjamin kebebasan berkejakinan hidup” (laporan Panitia Persiapan Persiapan Konstitusi (PPK) No. 1/PK/1957, halaman 21 dan jang telah disahkan dalam rapat Panitia Persiapan Konstitusi tertanggal 26 September 1957), maka sebetulnja Partai Komunis Indonesia (P.K.I) menginginkan supaja sila “Ke-Tuhanan Jang Maha Esa” diganti dengan sila “Kemerdekaan beragama dan Berkejakinan Hidup”.
“.. Formulasi ini ketjuali lebih bersifat ilmiah, tjotjok dengan pengalaman serta kebutuhan dan lebih sesuai dengan pikiran-pikiran jang hidup dalam Komisi I dan Panitia Persiapan Konstitusi, sebetulnja djuga lebih tepat djiwanja dengan idee jang orisinil Bung Karno mengenai sila Ke-Tuhanan jaitu Ke-Tuhanan jang hormat-menghormati satu sama lain”.
Ir. Sakirman pun menanggapi dan coba menepis yang menurutnya ‘tuduhan-tuduhan’ miring yang dialamatkan pada PKI tentang penerimaan Pantja Sila. Menurutnya, “Mengenai suara-suara jang demikian itu dan jang pada hakekatnja sama dengan suara-suara mereka jang anti Pantja Sila dan mentjoba menutup-nutupi sikap anti Pantja Silanja dengan menghambur-hamburkan tuduhan-tuduhan jang tidak mengenal malu terhadap Partai Komunis Indonesia (P.K.I), Partai Komunis Indonesia (P.K.I) hanja mendjawab bahwa garis politik Partai Komunis Indonesia adalah terang dan djelas dan tidak ada hal-hal jang disembunji-sembunjikan”.
“Dalam hal ini, Partai Komunis Indonesia (P.K.I) sependirian dengan Fraksi Partai Kristen Indonesia (Parkindo) jang berpendapat bahwa “kalau hingga kini belum tertjapai oleh kita suatu masjarakat jang adil dan makmur, maka bukanlah itu karena kesalahan Pantja Sila, ansich, tetapi karena kesalahan-kesalahan daripada pelaksanaan Pantja Sila”.
“.. Dan selandjutnja, ditinjau dari sudut historis Revolusi Kita, maka tidak dapat kita pisahkan Pantja Sila dari peristiwa, 17 Agustus tahun 1945 dan Revolusi jang ditjetuskan olehnja (Laporan Panitia Persiapan Konstitusi No. 1/PK/1957, halaman 50)”.
Alhasil, hadirnya Partai Komunis Indonesia (P.K.I.) di Faksi Pancasila malah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan. Mengapa partai komunis menerima konsepsi Pancasila yang mengandung sila Ketuhanan yang Maha Esa. Apa Konsekuensi yang seharusnya dipikul oleh PKI ketika menerima Pancasila terutama sila pertama?
Gugatan ini dilayangkan oleh KH Syaifudin Zuhri, ia bertanya, “Bagaimana terhadap segolongan dari bangsa kita jang tegas-tegas menganut suatu paham “Tiada Ber-tuhan” jang sangat bertantangan dengan sila ke-Tuhanan? Apakah terhadap mereka harus dinjatakan bahwa karena mereka itu tidak mengakui ke-Tuhanan jang Maha Esa, dus djiwa dan sifat kepribadianja tidak digolongan djiwa dan sifat kepribadiannja kita?”
Muh. Rusjad Nurdin dari Masjumi menunjukan kontradiksi penerimaan Pancasila oleh PKI, sementara Aidit menyatakan sebaliknya. Muh. Rusjad Nurdin memaparkan, “Ambilah misalnja Saudara Ketua sila jang pertama dalam Pantja Sila, yaitu ke-Tuhanan Jang Maha Esa. Partai Komunis jang pada dasarnja tidak mengakui adanja Tuhan (Ateisme), tentulah mestinja menolak sila pertama itu. Dalam bukunya, “Perjuangan dan Adjaran-Adjaran Karl Marx” jang terhormat Saudara D.N. Aidit berkata sebagai berikut :“Dengan berdasarkan filosofi Marxisme, ilmu pengatahuan Sovjet Rusia memerdekakan dirinja dari religia dan idealism, dua pengahalang jang besar di negeri-negeri bordjuis”.
Polemik soal Pantja Sila juga dipertanyakan oleh Faksi Islam. Perihal itu, sikap fraksi PKI malah menjawab dengan retorika, “Kelak sejarah yang akan menjawabnya”.
Akhirnya, retorika omong kosong yang dilontarkan oleh PKI pun terjawab. Adalah G30S/PKI akhirnya menjadi sebuah jawaban nya [].
Sumber:
Beggy Rizkiansyah, dkk. 2017. Dari Kata Menjadi Senjata : Konfrontasi Partai Komunis Indonesia dengan Umat Islam. Penerbit Jurnalis Islam Bersatu (JITU). Jakarta.
Jakarta. RI, 1958. Tentang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Konstituante djilid 1. Indonesia.
Jakarta. RI, 1958. Tentang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Konstituante djilid 2. Indonesia.
Jakarta. RI, 1958. Tentang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Konstituante djilid 3. Indonesia.