Sejarah

Mengenal Pelopor Ibukota Baru: Man of Contradictions

Share the idea

Perkenalkan, ini Ghazi Mustafa Kemal Pasha Ataturk. Sosok yang dikenal sebagai bapak orang-orang Turki. Udah pada kenal kan? Tentu saja sudah.

Keunikan sosoknya, layak untuk dianugerahi dengan julukan man of contradictions. Tokoh yang makamnya berada di Ankara, yakni ibu kota terbaru pengganti Istanbul ini, begitu dipuja bak idola orang-orang Turki. Namun di Indonesia, ia jutru banyak dihina.

Makam Mustafa Kemal di Ankara yang dipugar bak Fir’aun dari Turki

Nyatanya, bagi umat Islam saat itu, Mustafa Kemal awalnya memang dikenal sebagai pahlawan. Jatuhnya Istanbul ke tangan pasukan Inggris dan Prancis pasca Perang Dunia pertama, ditambah lagi dengan sikap sang Khalifah, yakni Sultan Mehmet VI Vahideddin (k. 1918-1922) yang bersikap kooperatif dan ‘jinak’ kepada Sekutu yang menduduki ibu kotanya, membuat kaum Muslim mulai membenci figur Khalifah. Di saat yang demikian, muncullah Mustafa Kemal, figur yang menjadi harapan baru kaum Muslim.

Tentara Sekutu memasuki Istanbul

Tadinya, ia hanyalah seorang prajurit biasa di bawah kepemimpinan Enver Pasha, dan mulai beranjak terkenal semenjak ia meraih debutnya karena berhasil memimpin pasukan ‘Utsmaniyyah mengalahkan pasukan Sekutu dalam kemenangan gemilang di medan Gelibolu, Çanakkale, tahun 1915. Dengan modus untuk menyelamatkan Khilafah dan merestorasinya dari cengkraman Sekutu, ia kemudian membentuk “pemerintahan darurat” di Ankara pada 1920, yang kemudian ia manfaatkan untuk melancarkan berbagai strategi dan agitasinya untuk meruntuhkan Khilafah.

Penggambaran Mustafa Kemal sebagai pahlawan. Lukisannya disamakan dengan pose Napoleon Bonaparte (bawah), dengan kuda dan bukit-bukit yang juga sama.

Ketika Mustafa Kemal meresmikan pembubaran Khilafah, umat Islam sedunia dibuat terkaget-kaget dengan kelakuannya. Salah seorang yang paling kecele tentu saja Ahmad Syawqi. Sebelumnya, penyair Mesir ini mati-matian membela perjuangan Kemal sang pahlawan perang yang berhasil mengusir para agresor Eropa, bahkan memujinya sebagai “Khalid Turki” (merujuk pada Khalid bin Walid).

Syawqi juga menyerang balik mantan Syaikhul Islam, Mustafa Shabri (1869-1964), yang sebelumnya telah mengutuk Kemal dan mendoakan agar laknat Allah menimpanya. Kini, ia benar-benar merasa tertipu dan sakit hati pada orang yang memproklamirkan dirinya sebagai Presiden Republik Turki itu.

Baginya, dan bagi umat Islam pada umumnya saat itu, bagaimanapun kondisinya, Khilafah tetaplah dipandang sebagai institusi suci yang kehadirannya harus ada. Khilafah, adalah satu-satunya sistem pemerintahan resmi dalam Islam, yang telah berlangsung selama 13 abad lamanya.

Syawqi merespons peristiwa runtuhnya Khilafah dalam puisi gubahannya dengan sebuah ilustrasi menyedihkan tentang seorang pengantin yang ditinggal mati kekasihnya saat malam pertama pernikahan mereka. Dengan ilustrasi tersebut, Syawqi ingin menggambarkan bagaimana sukacita kaum Muslim yang sedang menyunggingkan senyum sumringah, tiba-tiba langsung dirundung malang dengan air mata yang bercucuran.

Tak hanya di Mesir. Kontradiksi yang menghebohkan umat Islam di seluruh dunia itu, juga terjadi di Hindia-Belanda (Indonesia). Sebagaimana yang dikatakan Mona Hassan, kaum Muslim di Hindia-Belanda ditimpa kebingungan dan perasaan penuh paradoks dalam menghadapi peristiwa runtuhnya Khilafah; terjebak dilema antara mengutuk keruntuhan institusi pemerintahan warisan Nabi tersebut setelah sebelumnya mereka menjadikan Kemal Ataturk sebagai pahlawan dan panutan dalam memperjuangkan nasionalisme. Tjokroaminoto bahkan berpendapat, bahwa pasca keruntuhannya, Khilafah harus tetap ditegakkan kembali di Turki dengan Kemal Ataturk sebagai Khalifahnya.

Kisah tentang Mustafa Kemal tentu tak berhenti sampai di sini. Rangkaian kontradiksi yang ia perlihatkan, menyisakan berbagai tanda tanya bagi kita.

Siapakah dia? Mengapa ia meruntuhkan Khilafah? Apa tujuannya? Strategi apa yang ia gunakan sehingga dapat menipu para Sultan dan ulama yang banyak memujinya?

Simak hasil penelitiannya di buku “Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda” yang diterbitkan oleh Komunitas Literasi Islam!

Pesan bukunya melalui link berikut: https://linktr.ee/kli.books

Mustafa Kemal diibaratkan seperti matahari yang menuntun bangsa Turki menuju kebebasan dan kemajuan
Mustafa Kemal dalam majalah Aklın Hakimiyeti edisi Agustus 1928 (kanan). Sosoknya dianggap yang terbaik di antara tokoh-tokoh pemikir Eropa, seperti Voltaire, Karl Marx, Immanuel Kant, Galileo, dll
Share the idea

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *