Pembebasan Roma adalah Sebuah Kemustahilan
627 M
Jazirah Arab. Sebuah peradaban yang tak pernah menjadi perhatian serius para penakluk dunia, akibat kondisinya yang gersang, panas, dan jauh dari sumber kehidupan.
Di tengah-tengah peradaban inilah, Islam, sebuah agama yang dianggap asing, muncul. Sebuah agama yang mengancam kekuasaan para pembesar Quraisy dan menyulut api kedengkian kaum Yahudi, hingga berbagai macam kabilah Arab beraliansi dalam sebuah pasukan tempur yang berencana meluluhlantakkan Madinah, sekaligus menghilangkan eksistensi Islam dari dunia melalui sebuah perang fenomenal, perang Ahzab.
Di saat yang sama, di belahan bumi Eropa berdirilah sebuah kota terindah, terbesar, termakmur, sekaligus terbaik dalam pertahanan, Konstantinopel. Sebagai ibukota dari kekaisaran Romawi Timur, terdapat sebuah gereja iconic bernama Aya sofya, bangunan termewah pada masanya. Romawi dan Arab, perbandingan antara dua peradaban yang sungguh berbeda.
Di masa peradaban Islam masih dipandang “sebelah mata” itulah, Rasulullah menyebutkan bisyarah legendarisnya, bahwa umat Islam kelak akan menaklukkan kota Heraklius (Konstantinopel) terlebih dahulu, dan selanjutnya Roma.
Pada masanya, visi besar Rasulullah ini dianggap konyol. Bayangkan, dua ibukota besar peradaban dunia akan ditaklukkan oleh Islam, sebuah agama asing dari sebuah wilayah yang bahkan oleh Alexander “The Great” tak pernah ditengok, dan saat itu umat Islam saja belum memiliki teknologi untuk melakukan perjalanan dan melihat langsung Konstantinopel dan Roma.
29 MEI 1453 M
54 hari perang, 825 tahun penantian. Janji tersebut akhirnya terwujud. Saat itu tidak ada satu pun muslim yang berhenti percaya bahwa mereka akan menaklukkan Konstantinopel.
Hari demi hari, tahun demi tahun, generasi berganti generasi. Mereka selalu menyetorkan darah mereka, harta mereka, menuju sebuah kota yang dijanjikan, hanya karena ada satu jaminan dari Rasulullah bahwa Konstantinopel akan takluk di tangan mereka.
Ketika hari ini umat Islam layaknya buih di lautan, maka yakinlah, kelak akan tiba saatnya umat Islam kembali ke puncak. Inilah sebuah kekuatan dari keimanan, ketika kita meyakini atas sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh mata, dan hanya dapat dilihat oleh iman. Umat Islam melihat dengan keimanan mereka, bukan hanya dengan logika dan mata mereka yang terbatas. Inilah yang seharusnya kita lakukan.
Maka, jika hari ini Roma belum berhasil dibebaskan, sudah selayaknya kita terus menyiapkan generasi umat Islam untuk menjadi para pembebas selanjutnya. Dengan izin Allah, janji itu kelak akan terjadi. Namun, tentu saja pembebasan Roma adalah sebuah kemustahilan, ketika kualitas keimanan dan perjuangan umat Islam masih tak dapat disandingkan dengan kualitas keimanan dan perjuangan generasi yang mendapat gelar dan pemimpin terbaik.
Kita tak akan pernah pernah tahu, bahwa penakluk Roma adalah generasi kita, atau generasi anak kita, atau generasi cucu kita, atau generasi keturunan-keturunan kita. Yang seharusnya kita lakukan adalah layaknya apa yang telah dilakukan oleh orang tua, ulama, dan para pejuang Islam lakukan sejak bisyarah Rasulullah pertama kali diucapkan hingga munculnya generasi Muhammad Al Fatih.
Yakin, tidak berhenti percaya, dan istiqomah dalam perjuangan.
Inilah kekuatan sejati dari umat Islam. Melihat dan meyakini sesuatu yang tidak bisa orang lain lihat, melainkan dengan imannya.
Beyond the eyes can see, beyond the inspiration!