PolitikSejarah

Modus Amerika di balik Slogan Palsu Perdamaian

Share the idea

1. Musuh-musuh Islam selalu berlindung di balik slogan mewujudkan perdamaian sebagai bentuk legalitas atas apa yang mereka lakukan pada Palestina.

Sebagai contoh, Jimmy Carter (Presiden AS ke-39, sekaligus penerima hadiah Nobel Perdamaian pada 2002) menyatakan, “Kami memiliki hubungan istimewa dengan Israel. Hal tersebut merupakan perkara penting yang tidak ada satu pun di negara kita atau dunia yang pernah meragukan bahwa komitmen nomor satu kami di Timur Tengah adalah untuk melindungi eksistensi Israel demi terwujudnya perdamaian dunia. Hal tersebut adalah hubungan yang istimewa.”

Tak jauh dari ungkapan Jimmy Carter, Bill Clinton (Presiden AS ke-42) menyatakan, “Untuk mewujudkan perdamaian di Timur Tengah, landasan utama yang harus dibangun adalah keamanan Israel.”  Tentu saja, perdamaian yang diserukan oleh Jimmy Carter maupun Bill Clinton adalah perdamaian palsu – sebuah alasan klise yang menggelikan.

Atas nama perdamaian. Tentu saja, hal ini kembali menimbulkan pertanyaan, “Perdamaian dari siapa?”

2. Meskipun berganti Presiden, AS tetap mendukung Israel.

Bahkan seorang Barack Obama (Presiden AS ke-44 – yang kala itu sangat diharapkan dapat mengubah arah kebijakan AS karena hubungannya yang erat dengan Islam, terutama Indonesia) juga menyatakan hal serupa, “Saya memiliki komitmen yang jelas dan kuat atas keamanan Israel sebagai sekutu terkuat kita di wilayah itu dan satu-satunya negara dengan demokrasi yang mapan. Dan itu akan menjadi titik awal saya.”

Dan berbagai tindakan keji nya atas umat Islam pun telah membuktikan perkataan nya.

Berbagai pernyataan tersebut cukuplah memberikan kita gambaran, bagaimana komitmen AS dalam mempertahankan hubungan dengan Israel dan menempatkannya sebagai “mitra istimewa” (special ally). Hal ini semakin diperkuat fakta bahwa hingga 2018, negara tersebut telah memveto 44 resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang menyerang Israel. Bahkan sampai hari ini, ketika Donald Trump berdiri sebagai Presiden, kebijakan AS untuk melindungi Israel tetap dan tidak berubah. Maka, pola yang sama akan terus berulang. Siapapun yang menjadi Presiden AS, ia harus membuktikan bahwa dirinya menjadi pelindung setia kepentingan Yahudi dan Israel.

Loyalitas AS terhadap Israel digambarkan oleh mantan Senator Virginia Barat, Robert Byrd, yang mengatakan, “Kita telah memberikan bantuan luar negeri kepada Israel selama beberapa dasawarsa dengan jumlah dan syarat-syarat yang belum pernah diberikan kepada satu negeri mana pun di dunia ini. Sekutu-sekutu Eropa kita, sebagai perbandingan, hampir tidak memberikan apa-apa.”

Oleh karena itu, konflik yang terjadi di berbagai negeri Islam, hadiah nobel perdamaian, atau retorika-retorika palsu yang dipenuhi janji politis, jangan sampai mengaburkan fakta bahwa AS adalah musuh sejati umat Islam.[]

Catatan: Atas nama mewujudkan perdamaian dari teroris dan “mendidik” para radikalis, apa yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok juga memiliki pola yang serupa, meski ada beberapa perbedaan tentunya. Baik Amerika Serikat maupun Tiongkok, keduanya berlindung di bawah satu slogan yang sama.

Untuk lebih memahami pola-pola seperti ini, dapat dibaca kembali artikel kita yang berjudul, “Rahasia Kekalahan Amerika Dalam Tragedi Pearl Harbour”

Sumber:

Adian Husaini. 2004. Pragmatisme dalam Politik Zionis Israel. Penerbit Khairul Bayaan. Jakarta.

Farid Wadjdi. 2010. Menantang Amerika: Menyingkap Imperialisme Amerika di Bawah Obama. Al Azhar Press. Bogor.

Share the idea

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *