Mengapa Amerika Senantiasa Melindungi Israel?
“Sungguh, kami telah berada di pihak Israel sejak berdirinya dan kami akan selalu bersama Israel sepanjang sejarahnya.” (Collin Powel, Mantan Penasehat Keamanan Nasional Amerika Serikat)
Ambisi Zionis terhadap Palestina memang senantiasa sejalan dengan ambisi negara-negara imperialis, yang juga banyak didominasi oleh elit Yahudi. Sebaliknya, Israel bisa dijadikan sebagai alat untuk berbagai kepentingan politik negara imperialis. Ezer Weizman (Mantan Presiden Israel 1993-2000) pun menyebutkan, “Seandainya tidak ada Israel, maka tidak ada pihak yang membantu kepentingan kerajaan Inggris.”
Serupa dengan Inggris, Amerika Serikat (AS) menggunakan Israel sebagai sumber konflik di Timur Tengah. Berbagai konflik yang memicu ketidakstabilan inilah yang digunakan AS untuk masuk ke Timur Tengah dan menanamkan pengaruhnya di sana.
Ambisi AS yang senantiasa campur tangan dalam berbagai urusan negeri-negeri muslim tentu sangat merugikan. Selain mengokohkan imperialisme mereka, berbagai konflik akan menyedot energi dan dana umat Islam, mengaburkan fakta bahwa AS adalah musuh sejati mereka, dan mengalihkan upaya kaum muslimin dalam menegakkan Khilafah.
Hal ini semakin nampak, ketika hari ini sebagian umat Islam dengan mudah menghakimi “institusi sekelas ormas” yang melakukan perlawanan, namun justru disebut-sebut sebagai sumber korban jiwa dan perang tak berkesudahan. Uniknya, tak sedikit juga umat Islam yang teralihkan dan berbalik mendukung Israel.
Selain konflik, Charles Lipson (Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Chicago), dalam artikelnya yang berjudul, “American Support for Israel: History, Source, Limits.” menyatakan bahwa kepentingan AS di Timur Tengah adalah termasuk mengamankan aliran minyak dari Teluk Persia, memperlambat proliferasi nuklir, dan membantu negara-negara sahabat dalam menghadapi gerakan fundamentalis (yang hari ini lebih kita kenal dengan radikalis/ekstrimis).
Terhadap kepentingan minyak AS atas Timur Tengah, Bernard Lewis (Sejarawan Yahudi Inggris-Amerika dan Profesor kehormatan di Universitas Princeton) mengungkapkan sebuah alasan lucu. Bahwa kebijakan politik AS di Timur Tengah, adalah untuk mencegah munculnya hegemoni tunggal di wilayah itu yang akan memonopoli minyak.
Pertanyaannya adalah, “Siapakah yang sebenarnya justru ingin memonopoli minyak?”
Kepentingan AS terhadap minyak Timur Tengah tampak pada dokumen Luar Negeri AS tahun 1944 yang menggambarkan Semenanjung Arabia sebagai “Suatu sumber besar bagi kekuasaan strategis dan hadiah material terbesar dalam sejarah dunia.”
Maka, siapa saja yang dapat mengendalikan minyak, sejatinya ia memiliki sarana untuk menguasai dunia.
Sadar akan betapa luar biasanya potensi Timur Tengah, AS merancang berbagai strategi untuk mengendalikan kawasan itu.
Selain berbagai hal tersebut, hubungan mesra antara AS dan Israel juga didasarkan pada persamaan ideologi dan kepentingan yang terjalin layaknya simbiosis mutualisme. Charles Lipson menambahkan, penentangan Israel terhadap negara-negara Arab dan bantuan kekuatan militer dari Israel sangat diandalkan sebagai partner regional. Israel berulang kali membantu AS untuk melawan komunisme Soviet dalam perang dingin dan tentu saja, juga ikut mencegah kebangkitan Islam pasca perang dingin.
Bahaya atas kendali umat Islam di kawasan Timur Tengah serta potensi bangkitnya kekuatan umat Islam, sejak awal telah disampaikan oleh Henry Campbell-Bannerman (Perdana Menteri Inggris 1905-1908),
“Ada sebuah bangsa (umat Islam) yang mengendalikan kawasan yang kaya akan sumber daya yang nampak dan tersembunyi. Mereka mendominasi persilangan jalur perdagangan dunia. Tanah mereka adalah tempat lahirnya peradaban dan agama-agama. Bangsa ini memiliki satu keyakinan, satu bahasa, sejarah, dan aspirasi yang sama. Tidak ada batas alam yang memisahkan mereka satu sama lain. Jika, suatu saat, bangsa ini menyatukan dirinya dalam satu negara, maka nasib dunia akan berada di tangan mereka, dan akan memisahkan Eropa dari bagian dunia lainnya. Dengan mempertimbangkan hal ini secara seksama, sebuah organ asing harus ditanamkan ke jantung bangsa tersebut guna mencegah terkembangnya sayap mereka, dengan suatu cara yang dapat mengurangi kekuatan mereka dalam perang yang tak kunjung henti. Badan ini juga dapat difungsikan oleh Barat untuk mendapatkan objek-objek yang diinginkannya.”
Dengan Timur Tengah yang dapat dianggap sebagai titik tolak alamiah untuk dakwah Islam ke seluruh dunia, tak heran jika AS banyak memusatkan perhatian mereka di sana.
Maka, perlindungan negara-negara imperialis atas Israel bukanlah sebuah kebetulan. Ia dilindungi dari generasi ke generasi, sebagai sebuah “organ asing” – yang disebutkan Bannerman di awal.
Oleh karenanya, peran negara imperialis seperti AS di Timur Tengah, adalah terkait dengan Islam, letak strategis, negara Yahudi, penjajahan, dan minyak.[]
Sumber dan Rekomendasi Bacaan
Adian Husaini. 2004. Pragmatisme dalam Politik Zionis Israel. Penerbit Khairul Bayaan. Jakarta.
Farid Wadjdi. 2010. Menantang Amerika: Menyingkap Imperialisme Amerika di Bawah Obama. Al Azhar Press. Bogor.
Taqiyuddin An-Nabhani. 2015. Konsepsi Politik Hizbut Tahrir. HTI Press: Jakarta.
Klik linktr.ee/kli.books dan tetap terhubung dengan seluruh media sosial Komunitas Literasi Islam