Sejarah

Tujuan PKI di Balik Peristiwa 30 September

Share the idea

Dekade 50-an pasca Penyerahan Kedaulatan, Indonesia kembali terlibat konflik dengan Belanda terkait masalah Irian Barat. Di tahun-tahun itu PKI menerbitkan Harian Rakyat yang mendukung kebijakan presiden Soekarno terkait Neo Imperialisme dan Neo Kolonialisme. PKI kembali bangkit di bawah para pemimpin muda seperti DN Aidit, Njoto, Lukman, dan Sakirman. Dalam waktu kurang dari sepuluh tahun paska kemunculannya kembali pada tahun 1951, pada tahun 1959 anggota PKI mencapai 1,5 juta, menjadikannya Partai Komunis terbesar ketiga setelah Uni Soviet dan Partai Komunis Tiongkok.

PKI terus berada di samping Soekarno yang mengobarkan semangat anti kapitalisme barat. Ketika pemberontakan PRRI di Sumatera yang pro AS terjadi, PKI termasuk pihak yang mengecam keras dan mendukung pemerintah untuk menumpas pemberontakan tersebut. Pemberontakan ini juga berakibat renggangnya hubungan pemerintah dengan Masyumi yang merupakan partai muslim terbesar sekaligus rival utama PKI.

Dekade 60-an adalah tahun-tahun kemesraan antara PKI dengan pemerintah. Presiden Soekarno memunculkan ide politik Nasakom singkatan dari Nasionalis Agama dan Komunis sebagai bukti kemesraan mereka. Soekarno juga membentuk poros Jakarta-Peking-Moscow untuk menggambarkan kemana arah politik internasional Indonesia. Akibatnya, Barat dan sekutunya panik. Indonesia di arahkan ke blok timur atau Komunis dan berhadap-hadapan dengan blok barat yang merupakan negara-negara imperialis. Indonesia juga keluar dari keanggotaan PBB karena dirasa organisasi tersebut terlalu berat sebelah membela kepentingan imperialis. Tentu saja semua kebijakan tersebut didukung penuh oleh PKI.

Namun cita-cita terbesar PKI adalah tidak sekadar menjadi partai politik utama di Indonesia, yang lebih penting bagi mereka adalah lahirnya republik yang bersandar pada ideologi Sosialisme-Komunis sepenuhnya, yaitu Republik Soviet Indonesia. Melihat kondisi presiden Soekarno yang mulai sakit-sakitan, PKI merasa inilah saat yang tepat mewujudkan cita-cita lama mereka. Didukung Uni Soviet dan RRC, rencana tersebut sudah terasa di depan mata. Musuh utama PKI hanyalah kekuatan TNI (terutama Angkatan Darat) dan kaum muslimin (yang digawangi NU, Masyumi, HMI, dan PII). Namun, di mata PKI para lawan politik tersebut dianggap kecil dan mudah dihabisi.

September 1965, kondisi Indonesia memanas, ekonomi sedang jatuh di titik terbawah, dan isu kudeta membayangi republik. Muncullah dua kubu kuat calon pengganti Soekarno, TNI AD dengan Ahmad Yani-nya dan PKI dengan Aidit-nya. Menjelang ‘injury time’ , permainan politik semakin intens hingga tak dapat dipastikan siapa yang akan mengudeta pemerintah, apakah TNI AD ataukah PKI.

Akhir September jawaban itu terkuak, PKI melakukan aksi sepihak dengan menculik para petinggi Angkatan Darat dan membunuh mereka di kawasan Lubang Buaya. Semuanya berakhir antiklimaks, segala upaya PKI berakhir pada kekalahan mereka. PKI jatuh justru ketika mereka di puncak. Pemerintahan Soekarno berakhir dan digantikan era Orde Baru dengan sang oportunis – Soeharto – secara tak terduga melanggeng menjadi penguasa. Selama era Orde Baru, PKI dan ajaran Komunisme mendapatkan labelling. Tak ketinggalan, seluruh elemen PKI dan anggota-anggotanya pun dihabisi.

Di penjuru dunia yang lain, Komunisme pun mulai terseok-seok. Uni Soviet yang mencoba memerahkan Afghanistan, justru takluk di tangan para mujahidin dan tidak berapa lama kemudian runtuh. Jerman bersatu kembali dan condong kepada Kapitalisme. Negara-negara Amerika latin membuang Sosialisme dan lebih condong kepada Kapitalisme Keynessian. Di Asia, Komunisme jatuh di Kamboja, Vietnam berubah warna menuju ke Kapitalisme, adapun Tiongkok membuka tirai bambunya dan lebih kapitalis dibandingkan sebelumnya. Sosialisme-Komunis tinggal tersisa di Korea Utara, tertutup dan terpojok dari pergaulan dunia.

Kembali ke Indonesia, peristiwa September 1965 membawa horor bagi seluruh bangsa ini. Hingga hari ini, para sejarawan Indonesia belum dapat mengungkap secara pasti siapa dalang sesungguhnya Gerakan 30 September 1965, CIA atau PKI, atau yang lain. []

Sumber :

Beggy Rizkiansyah, dkk. 2017. Dari Kata Menjadi Senjata : Konfrontasi Partai Komunis Indonesia dengan Umat Islam. Penerbit Jurnalis Islam Bersatu (JITU): Jakarta.

Salim Haji Said. 2015. Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto. Mizan Pustaka. Bandung.

Share the idea

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *