PemikiranPolitik

Membongkar Strategi Politik Kaum LGBT

Share the idea

Memperjuangkan Pengakuan atas Eksistensi dan Hak-Haknya Melalui Jalur Hukum

Pada 2008, PBB secara resmi telah mengakui hak-hak kaum Luth modern melalui UN Declaration on Sexual Orientation and Gender Identity (Deklarasi PBB terkait Orientasi Seksual dan Identitas Gender). Meski 54 negara yang identik sebagai negeri muslim menolak menandatangani deklarasi ini, namun 94 negara yang identik sebagai negeri non-muslim ikut menyatakan kata sepakat.

Kekuatan politik L68T semakin kuat kala Amerika Serikat sebagai negara adidaya pada Juni 2015 melegalkan pernikahan sesama jenis di seluruh negara bagiannya. Dampaknya, aktivis pro-L68T di berbagai negeri muslim pun menginginkan negerinya mengikuti jejak Amerika, meski Al-Azhar pada 2013 telah mengeluarkan fatwa haramnya menikah sesama jenis.

Langkah yang diambil Amerika ini merupakan langkah lanjutan atas legalisasi pernikahan sesama jenis yang sebelumnya telah diinisiasi oleh Belanda (2001), Belgia (2003), Spanyol (2005), Kanada (2005), Afrika Selatan (2006), Norwegia-Swedia (2009), Portugal-Argentina-Islandia (2010), Denmark (2012), Brazil-Inggris-Prancis-Selandia Baru-Uruguay (2013), Skotlandia (2014), Luxenburg-Finlandia-Slovenia-Irlandia-Meksiko (2015).

Barat telah menggunakan langkah politik yang serius dalam menyebarkan misi L68T, dengan salah satunya programnya yaitu, “Being L68T in Asia” yang diluncurkan oleh UNDP dengan pendanaan US$ 8 juta dari USAID pada 2014 hingga 2017, yang difokuskan pada Tiongkok, Filipina, Thailand, dan juga Indonesia.

Satu catatan penting yang perlu kita ketahui bersama adalah, saat ini L68T telah menjelma sebagai kekuatan politik. Maka, berbagai langkahnya juga harus dipandang sebagai sebuah langkah politik.

Tak berhenti sampai di situ, Prancis juga mengambil langkah berani dengan melarang penggunaan kata ibu dan bapak dalam semua dokumen resmi dan menggantinya dengan sebutan “orang tua”. Hal ini merupakan langkah lanjutan dari legalisasi pernikahan sesama jenis. Pada Februari 2019 sekolah Prancis juga mengganti sebutan ibu dan ayah dengan sebutan orang tua 1 dan orang tua 2 dengan tujuan mengakhiri diskriminasi atas orang tua yang berjenis kelamin sama.

Yang lebih menghebohkan adalah ketika Perdana Menteri Islandia, Johanna Sigurdardottir menikahi Jonina Leosdottir yang juga seorang wanita. Pernikahan itu sengaja dilakukan bertepatan dengan mulai berlakunya hukum baru pernikahan sesama jenis di Islandia, sekaligus bertepatan dengan peringatan hari internasional hak-hak homoseksual.

Penggunaan Asas Manfaat Sebagai Standar Benar-Salah dan Berlindung di Bawah Payung HAM dan Demokrasi.

Kerangka berpikir kalangan pro-L68T dapat kita lihat melalui pernyataan Menteri Hukum Prancis, Christiane Taubira,

“Siapa bilang pasangan heteroseksual lebih baik dalam mengurus anak ketimbang homoseksual?”

Standar baik-buruk yang digunakan adalah asas manfaat, dengan suara mayoritas sebagai ‘tuhan’nya. Vox populi, vox dei. Kacaunya standar baik-buruk benar-salah dalam sekularisme telah berhasil mengobrak-abrik fitrah manusia.

Pembenaran atas kampanye L68T juga dilakukan melalui penghargaan yang diberikan kepada para aktivisnya. Pada 1998, Dede Oetomo yang terkenal sebagai aktivis gay ‘garis keras’ mendapatkan penghargaan dari International Gay and Lesbian Human Rights Comission, yaitu Felipa de Souza Award.

Mengampanyekan Teori “Born Gay”

Teori ini menyebutkan bahwa gay maupun lesbian bukan semata disebabkan oleh faktor lingkungan, namun karena faktor genetis. Maka, eksistensi gay dan lesbian harus diterima. Jika tidak, hal tersebut menyalahi fitrah kemanusiaan. Teori ini pertama diperkenalkan oleh seorang ilmuwan Jerman bernama Magnus Hirschfeld pada 1899. Riset mengenai hal ini kemudian dipopulerkan oleh Dean Hamer, seorang gay yang meneliti 40 pasang kakak beradik homoseksual pada 1993. Hasil dari penelitian yang sarat kepentingan ini menyatakan, bahwa gen gay diyakini berasal dari kromosom Xq28 yang diturunkan dari ibu kepada anak laki-laki.

Teori tersebut kemudian diruntuhkan oleh hasil riset Prof. George Rice dari Universitas Western Ontario, yang pada 1999 mengadaptasi riset Harmer dengan jumlah responden yang lebih besar. Rice menyataan, tak ada kesamaan penanda pada kromosom Xq28 saudara kembar, kecuali secara kebetulan. Selama dua dekade terakhir, setidaknya terdapat delapan penelitian sejenis yang menggunakan kembar identik yang membuktikan bahwa homoseksualitas tidak diturunkan melalui gen orang tua kepada anaknya.

Penafsiran Ulang atas Ayat Al-Qur’an

Kalangan liberal berusaha memperalat ayat Al-Qur’an dengan menyatakan bahwa tak ada satu pun ayat Al-Qur’an yang mengharamkan eksistensi kaum homoseksual. Layaknya draft skripsi, penafsiran populer yang selama ini berkembang harus ditafsirkan ulang dan direvisi. Ulama yang mengharamkan L68T pun dianggap berpandangan sempit dan tertutup (close minded). Salah satu tokoh yang populer menyuarakan hal ini adalah Irshad Manji, yang dikenal sebagai penulis lesbian yang menyerukan adanya reformasi (tajdid) dalam Islam. Bahkan, ia pun membawa-bawa label Islam dan mengaku sebagai seorang mujaddidah, “I’m not a moderate Muslim, I’m a reformist”.

Pemikiran yang tak jauh berbeda juga ditunjukkan oleh aktivis liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference of Religions and Peace), Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, MA yang menyatakan bahwa, “Tidak ada perbedaan antara lesbian dan non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan ketaatannya.”

Olok-olok atas ayat Al-Qur’an juga dilakukan oleh Jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Semarang edisi 25 Th XI 2004, yang melakukan kampanye pernikahan homoseksual dengan judul,“Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-Hak Kaum Homoseksual”, yang juga menyebut bahwa pelarangan Nabi Luth atas perilaku kepada kaumnya disebabkan oleh kecemburuannya atas gagalnya pernikahan kedua putrinya dengan dua laki-laki yang merupakan gay.

Di berbagai negeri muslim, praktik L68T telah sejak lama dianggap sebagai penyimpangan fitrah kemanusiaan. Melihat penolakan negeri-negeri muslim yang masih demikian kuat, tentu membuat kita bertanya-tanya,

“Jika L68T adalah sesuatu yang tertolak dan tidak masuk akal, lantas mengapa kampanye atas hal tersebut terus dipopulerkan?”

Inilah yang seringkali disebut sebagai perang pemikiran. Tujuannya sederhana, yaitu menimbulkan keragu-raguan di tengah pemikiran umat Islam. Dampak lebih lanjutnya adalah, akan terjadi penurunan tingkat penolakan. Dari sangat menolak, ragu-ragu, mendiamkan, memaklumi, dan skenario terburuknya adalah berubah haluan menjadi setuju.

Musuh-musuh Islam telah menghabiskan ratusan juta dolar untuk mengatasi problem sosial masyarakat. Padahal, Islam telah berhasil melenyapkan kebiasaan yang telah mengakar di masyarakat jahiliah hanya dengan beberapa lembar ayat Al-Qur’an.

Sumber:

Fika Komara. 2016. Muslimah Timur Jauh: Kumpulan Narasi Tajam Berlensakan Islam & Bercakrawalakan Dunia Islam di Timur Jauh. Sinergi Mandiri: Bandung.

M. Iwan Januar. 2013. Detik-Detik Penghancuran Keluarga. Al-Azhar Fresh Zone Publishing: Bogor.

https://dunia.tempo.co/read/1176327/sekolah-di-prancis-bakal-ganti-penyebutan-ayah-ibu-kenapa

Share the idea

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *