Mengobarkan Semangat Jihad
Umat Islam paham perjuangan mengusir para penjajah adalah sebuah kewajiban agama. Termaktub jelas bahwa penghambaan manusia kepada manusia adalah suatu kekejian yang teramat sangat. Berbekal asa itulah perjuangan kemerdekaan dilakukan.
Muktamar Umat Islam, 4 November 1945 pun berhasil terlaksana. Tak kurang dari 500 utusan datang berembug. Umat Islam menelurkan kesepakatan. Tema besar utama ihwal berjihad mengusir para penjajah, bahkan dua dari tiga butir resolusi menyatakan hal itu. Ditambah butir terakhir (ketiga) adalah menyoal perjuangan politik umat Islam melalui pendirian Partai Masjumi.
“Jang mewakili seloeroeh oemmat Islam di Indonesia jang berdjoemlah kurang lebih 60 miljoen djiwa/…/ Menimbang bahwa tiap-tiap pendjadjahan adala soewatoe kedzaliman jang melanggar kemanoesiaan dan njata-njata diharamkan oleh Agama Islam/…/ Bahwa oentoek membasmi tindakan-tindakan jang dilakoekan oleh tiap-tiap imperialism atas Indonesia, tiap-tiap Moeslim wadjiblah berdjoeang dengan djiwa raganja bagi kemerdekaan Negara dan Agamanja/…/ Memoetoeskan menjesoeaikan soesoenan dan sifat Masjumi sebagai Poesat Persatoean Oemmat Islam Indonesia, sehingga dapat mengerahkan dan memimpin perjdoeangan Oemmat Islam Indonesia seloeroehnja.” Demikian sikap dan posisi Muktamar didudukan.
“60 milyun kaum muslim Indonesia siap berjihad Fi Sabilillah. Perang di jalan Allah untuk menantang tiap-tiap penjajahan”. Begitu tajuk besar di Koran Kedaulatan Rakyat 9 November 1945.
Lantas, apa pengaruh muktamar umat Islam tahun 1945 terhadap perjuangan umat Islam di Nusantara?
Konsekuensi Resolusi Jihad itu pun secara taktis kemudian dibentuk laskar Hizbullah yang diketuai oleh Zainul Arifin. Laskar Hizbullah yang berjalan di bawah komando Masjumi ini lah yang kemudian menjawab tantangan perang di Surabaya, Semarang, Ambarawa, Bandung, serta beberapa tempat lainnya.
“Hari ini 40 kiai di Beringin dan sekitarnya turut melakukan penyerbuan di Kota Ambarawa. Masing-masing Kiai diikuti oleh muridnya 15 dan 20 orang. Mereka bersenjata granat tangan, granat pembakar dinamit, dan tidak lupa tombak bamboo,” begitulah isi berita kala itu. Gambaran sikap dan tanggung jawab para Ulama dan santri akan keseriusan berjuang mengusir para penjajah.
Bahkan dua hari setelah Muktamar berlangsung, 10 November 1945, jihad fii sabilillah yang maha dahsyat dilakukan oleh Umat Islam di Surabaya. Dengan teriakan “Allahu Akbar”, para pejuang yang dimotori oleh Bung Tomo berhasil mengusir penjajah. Hingga dikemudian hari, 10 November 1945 dikenang sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Takbir dan keimanan inilah yang menjadi ruh dari perjuangan Umat Islam. Begitulah Moh Natsir mengenang, “Sejak 350 tahun lamanya (Belanda) dikalahkan bukan dengan mortar dan Meriam, melainkan oleh iman dan takwa” [].
Sumber :
Artawijaya. 2014. Belajar dari Partai Masjumi. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta.
Remy Madinier. 2013. Partai Masjumi: Antara Godaan Demokrasi dan Islam Integral. Mizan Pustaka. Bandung.
Ahmad Mansur S. 1996. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Mizan Pustaka. Bandung.
Gambar: https://cdn.medcom.id/images/library/images/KR%20Jihad.jpg