PolitikSejarah

Persatuan Inggris – Yahudi untuk Menguasai Palestina

Share the idea

Penolakan Sultan atas tawaran Yahudi ini membuat kebencian mereka terhadap Islam semakin menjadi-jadi. Mereka gagal merampok sejengkal tanah pun dari wilayah Khilafah serta gagal membentuk sebuah entitas politik bagi masyarakat Yahudi sedunia. Oleh Yahudi, kelak Sultan Abdul Hamid dijuluki sebagai “Sultan Merah” – seorang laki-laki penindas, lalim, congkak, dan diktator. Dalam buku-buku sejarah, sosoknya digambarkan sebagai sosok kejam yang dibesarkan oleh genangan darah. Hal ini tidak hanya diajarkan di Eropa, namun juga di sekolah-sekolah umat Islam di Timur Tengah.

Pencitraan Sultan yang demikian buruk telah mengubah persepsi generasi muda Islam. Asy-Syahid Syekh Abdullah Azzam mengatakan, “Ketika kami masih kanak-kanak, apabila ada di antara kami yang hendak mengajak temannya yang lain, apabila kami ingin mengatakan bahwa si fulan tolol tidak tahu apa-apa, maka kami akan mengatakan, ‘Si Fulan Hamidi’ – mengambil nama Sultan Abdul Hamid – yakni dia tidak tahu apa-apa.”

Sejak kegagalan tersebut, mereka semakin menunjukkan sikap permusuhan dengan Sultan Abdul Hamid II. Berbagai upaya pembunuhan pun dilakukan, mulai dari meledakkan mimbar tempat Sultan memimpin shalat, hingga “membeli” pejabat-pejabat di sekitar Sultan. Mereka juga menggerakkan media massa yang mereka kuasai untuk mencitraburukkan Sultan, memicu semangat nasionalisme di berbagai wilayah untuk memisahkan diri dari Khilafah. Kelak, atas strategi licik dari Yahudi, Sultan Abdul Hamid II berhasil dicopot secara paksa dari jabatannya dan diasingkan ke Salonika (sebuah kota yang didominasi oleh Yahudi). Sultan tinggal di sebuah wisma yang dimiliki oleh orang Yahudi bernama Allatini. Hal tersebut dilakukan untuk menghinakan Sultan Abdul Hamid.

Orang-orang Yahudi baru berhasil merealisasikan tujuan-tujuan mereka dengan bantuan organisasi-organisasi salibis internasional dan negara-negara kolonialis Barat. Kemenangan blok sekutu pada perang dunia pertama, menyebabkan penguasaan Palestina berada di bawah mandat Inggris. Inggris kemudian mengizinkan dan menyerahkan tanah Palestina kepada kaum Yahudi. Maka, dimulailah migrasi besar-besaran bangsa Yahudi ke Palestina.

Perpindahan Yahudi mengalami puncaknya pasca penindasan Jerman terhadap bangsa Yahudi (Holocaust). Berbagai keputusan, langkah-langkah administratif, dan militer pun dilakukan untuk memaksakan tanah Palestina berubah menjadi negara Israel.

Inggris melatih kaum Yahudi berbagai keahlian militer, mulai dari memanggul senjata, seni, dan strategi perang, serta menyuplai persenjataan kepada mereka. Inggris juga menyerahkan sejumlah kota dan perkampungan penting Palestina kepada bangsa Rasis Yahudi untuk mengumumkan sebuah negara Yahudi di atasnya. Pada saat yang sama, mereka melarang warga muslim Palestina untuk berlatih menggunakan senjata dan seni perang, dan menghukum mati bagi siapa saja yang melanggarnya.

Apa untungnya Inggris membantu Yahudi?

Mereka melakukan kerjasama licik untuk menghancurkan Khilafah. Pembentukan negara Yahudi di Palestina akan memecah belah bangsa Arab dan menjadi portal yang dapat memisahkan antara wilayah Afrika dan Asia dari Khilafah, sehingga kestabilan dan persatuan wilayah-wilayah Khilafah melemah.

Inggris menerima uang berlimpah dari Yahudi sebagai bayaran atas tanah Palestina. Di saat yang sama, banyak negara Barat yang terlepas dari jeratan kaum Yahudi yang menguasai perekonomian negara-negara tersebut. Ketika kedigdayaan Inggris di Eropa dan dunia melemah, Yahudi beralih kepada Amerika Serikat yang mulai menonjol dan berhasil menjadi negara adidaya baru menggantikan Inggris.

Freemasonry mulai merasuk ke dalam dunia Islam sejak masa pemerintahan Muhammad Ali yang bibitnya sudah mulai berbenih sejak penaklukkan Mesir oleh Napoleon Bonaparte. Penaklukkan Mesir ditujukan untuk menusuk Khilafah dari belakang.

Setelah penarikan militer Perancis dari Mesir, mereka menjadikan Muhammad Ali (Gubernur Mesir saat itu) sebagai agen mereka. Muhammad Ali menyatakan bahwa Mesir memisahkan diri dari Khilafah, sekaligus menyatakan perang kepada Khalifah. Sungguh, inilah salah satu rintangan terbesar umat Islam – ketika pihak yang berusaha menghancurkan Khilafah juga datang dari kalangan umat Islam sendiri.

Perancis berhasil menanamkan pemikiran mereka dan mendapatkan agen-agen pemikiran mereka di kawasan yang ditinggalkannya. Berbagai pemberontakan tersebut tentu tidak hanya mengurangi kekuatan Khilafah dan melemahkannya, namun juga memperkuat kedudukan penguasaan musuh-musuh Islam atas berbagai wilayah Khilafah melalui penguasa-penguasa boneka mereka.

Sungguh, orang-orang kafir tidak akan dapat menghancurkan Khilafah, tanpa persatuan di antara mereka. Dan sungguh, karakter seorang muslim yang lemah layaknya Muhammad Ali dan pejabat-pejabat di masa akhir kekhilafahan Utsmani – yang mudah dibeli dengan harta, tahta, dan dunia – telah menjadi parasit bagi dunia Islam. Maka, dari persatuan dan rencana licik mereka, tidakkah kita dapat mengambil pelajaran? []

Sumber:

Abdul Qadim Zallum. 2001. Konspirasi Barat meruntuhkan Khilafah Islamiyah. Penerbit Al-Izzah. Bangil.

Asy-Syahid Syekh Abdullah Azzam. 2000. Runtuhnya Khilafah dan Upaya Menegakkannya. Al Alaq Pustaka. Solo.

Dr. Muhammad Harb. 2004. Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II. Pustaka Thariqul Izzah. Bogor.

Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi. 2014. Bangkit dan Runtuhnya Daulah Bani Saljuk. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta.

Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi. 2003. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta.

Tim Riset dan Studi Islam Mesir. 2013. Ensiklopedi Sejarah Islam Jilid 2. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta.

Share the idea

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *