Sejarah Menengok Afghanistan di Masa Lalu Muhammad Afifuddin Al Fakkar 21 Agustus 202120 Februari 2022 0 Comments afghanistan, kolonialisme Share the idea Tentara Inggris menikmati keindahan Kabul dan pegunungannya dari kejauhan. Lukisan karya W L Walton, 1839. Meski dianugerahi kekayaan alam yang melimpah, namun kemiskinan di Afghanistan terus meroket.Sumber gambar: Laman Facebook Tarikh-i-Pakhtunkhwa Herat Citadel, 1916. Benteng legendaris yang sudah ada sejak masa Alexander The Great ini senantiasa direnovasi dari masa ke masa.Sumber gambar: Laman Facebook Tarikh-i-Pakhtunkhwa Delegasi perdamaian Afghanistan tiba di Dakka, 24 Juli 1919. Pada 8 Agustus 1919, kedua pihak menandatangani perjanjian untuk mengakhiri perang Inggris-Afghanistan yang ke-3.Menaklukkan Afghanistan tak pernah menjadi perkara mudah. Amerika Serikat bahkan memilih memanfaatkan mereka untuk melawan Soviet.Sumber gambar: Laman Facebook Tarikh-i-Pakhtunkhwa Thomas Edward Lawrence berdiri di Lapangan Terbang Miranshah, Waziristan (perbatasan Pakistan-Afghanistan), Desember 1928. Lawrence adalah ahli arkeologi dan strategi militer Inggris yang punya peran penting dalam menyukseskan hegemoni Inggris di Timur Tengah. Konfrontasi Inggris dan Lawrence of Arabia dengan penguasa muslim di Timur Tengah juga dibahas dalam buku “Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda” yang diterbitkan oleh Komunitas Literasi Islam.Sumber gambar: Laman Facebook Tarikh-i-Pakhtunkhwa Meski lahir di Iran, Jamaluddin al-Afghani dengan sengaja justru menyematkan namanya dengan Afghanistan. Berlawanan dengan opini umum yang menyebutnya sebagai pembaharu/mujaddid Islam, Sultan Abdul Hamid II dalam catatan hariannya justru menyebut al-Afghani sebagai seorang pelawak dan kaki-tangan Inggris. Sumber gambar utama: buku “Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda”, sumber primer tertera. Surat pengangkatan Jamaluddin al-Afghani sebagai ketua loji Kawkab al-Syarq, salah satu perkumpulan Freemason di Mesir. Banyak yang sulit memahami manuver al-Afghani, termasuk penyusun buku catatan harian Sultan Abdul Hamid II, Dr. Muhammad Harb. Pengaruh pemikiran Jamaluddin al-Afghani mendapat porsi pembahasan yang besar di buku “Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda” yang diterbitkanKomunitas Literasi Islam.Sumber gambar: buku “Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda”, sumber primer tertera. Pasca Khilafah diruntuhkan pada 1924, terdapat banyak pendapat terkait siapa yang layak menjadi Khalifah dan di mana wilayah yang memungkinkan didirikannya Khilafah. Syakib Arsalan berpendapat, bahwa Abdülmecit II masih layak menjadi Khalifah dengan Afghanistan, Iran, Hijaz, Yaman, Najd, dan Mesir sebagai lokasi pilihan yang masih “merdeka” dari penjajahan Eropa. Sebab-sebab kegagalan umat Islam dalam mendirikan kembali Khilafah, dibahas secara mendalam pada buku “Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda” yang diterbitkan Komunitas Literasi Islam. Share the idea