Washington Consensus dan Corong Ekonomi Neoliberal
Istilah Washington Consensus merujuk pada conditionalities IMF yang mulai diterapkan untuk menangani krisis Amerika Latin pada tahun 1980-an. Conditionalities ini kemudian menjadi pijakan dalam penanganan negara-negara peminjam berikutnya. Washington Consensus terdiri dari 3 pilar, yakni pengetatan fiskal, privatisasi, dan liberalisasi pasar. Kebijakan ini kental dengan nuansa doktrin ekonomi liberal semacam Lassez Faire (biarkan pasar berjalan sendiri), pengetatan, dan peniadaan peran negara.
Pengetatan Fiskal
Salah satu hal yang membuat negara harus berhutang adalah defisit APBN, yakni sebuah kondisi dimana pengeluaran anggaran lebih banyak dari pendapatannya. Demi mengurangi tingkat defisit APBN, kebijakan yang ditempuh adalah pengetatan fiskal. Caranya adalah meningkatkan pendapatan dan memangkas pengeluaran. Meningkatkan pendapatan artinya adalah menggalakkan pajak, karena pendapatan utama negara berasal dari pajak.
Memangkas pengeluaran dilakukan dengan cara memotong pengeluaran yang tidak perlu. Salah satu akun yang dianggap merupakan pengeluaran tidak perlu adalah subsidi, maka subsidi harus dikurangi. Dampak dari kebijakan ini adalah, para pengusaha dan masyarakat konsumen ditekan untuk membayar pajak, kalau perlu pajak ditingkatkan untuk menambah pemasukan. Selain itu, harga BBM, listrik dan hal lain yang disubsidi pemerintah akan kembali pada harga aslinya (harga pasar).
Akibatnya masyarakat akan merasakan kenaikan harga minyak, listrik, gas, dan lain-lain.
Privatisasi
Maksud dari privatisasi adalah pembukaan jalan bagi privat (swasta) untuk turut memiliki perusahaan-perusahaan milik negara. Caranya adalah melempar saham perusahaan tersebut ke publik, lalu siapapun dapat membeli saham tersebut dan mendapat persentase kepemilikan perusahaan negara. Dalam hukum pasar modal, semakin tidak bagus perusahaan, maka harga sahamnya akan semakin turun.
Pada kondisi krisis, tentunya perusahaan-perusahaan milik negara mengalami penurunan kualitas. Akibatnya, sahamnya murah dan pada akhirnya publik (swasta) dapat membeli perusahaan negara dengan harga murah. Hal ini memang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh ekonomi liberal, yakni peran negara terhadap pasar harus dibuat seminim mungkin.
Liberalisasi Pasar
Liberalisasi pasar artinya adalah menghilangkan monopoli negara, membuat negara bertarung secara bebas dengan pengusaha. Contohnya ketika IMF mengeluarkan kebijakan agar pihak swasta bisa mengimpor beras secara bebas, subsidi impor beras dicabut, swasta bebas mengimpor cabai dsb. Liberalisasi pasar membuat komoditas yang seharusnya dibuat murah oleh negara, harganya menjadi sama dengan yang ditawarkan pengusaha.
Contohnya komoditas minyak Pertamina. Harga minyak pertamina bisa lebih murah karena disubsidi oleh negara. Ketika peran negara dihilangkan (liberalisasi pasar) maka harga minyak pertamina bisa setara ata bahkan lebih mahal dibanding pesaingya (Shell, Total, Chonoco phillip, Petronas, dan lain-lain), tergantung pada kondisi pasar.
Sumber:
Cyrillus Harinowo. 2004. IMF: Penanganan Krisis & Indonesia Pasca IMF. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Gambar: https://miro.medium.com/max/7570/1*lhNFlBkEPrPF3-DG7OCmXw.jpeg