Apa yang Sebenarnya Terjadi pada Muslim di India?
“Anehnya, CAB ini tetap lolos walaupun bertentangan dengan pasal 14 konstitusi India yang melarang adanya diskriminasi berdasarkan ras, agama, kasta, kepercayaan, jenis kelamin, atau tempat tinggal.
Di masa pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi yang berusaha menyusun ulang India, kelompok sayap kanan Hindu tumbuh subur. Berbagai media menyebut dirinya dan para pendukungnya sebagai gerakan nasionalis Hindu. Namun, berapa banyak yang menyebutnya teroris, ekstrimis, fundamentalis, atau radikalis Hindu?”
Antara Hindu dan Islam memang betul-betul berbeda dan sangat sulit terjadi asimilasi. Namun, keberagaman ajaran agama tersebut tidaklah menjadi masalah hingga adanya campur tangan Inggris dan Amerika Serikat yang turut merawat, menyuburkan, bahkan memperbesar konflik antara kedua belah pihak. Kompleksitas permasalahan hingga menyebabkan terpecahnya India menjadi Pakistan, Bangladesh, maupun Afganistan adalah hasil dari intervensi tersebut. Pasca berkurangnya pengaruh Inggris, Amerika Serikatlah yang menggantikan perannya.
Secara logika, terpisahnya dua wilayah berdasarkan agama (Hindu dengan India dan Islam dengan Pakistan) tentu menjadi solusi konflik. Namun, kenyataan menunjukkan sebaliknya. Perpindahan dari India ke Pakistan tidaklah mudah, dengan hampir sepertiga populasi muslim tertahan di India. Perebutan wilayah antar negara juga menjadi masalah berkepanjangan, seperti yang terjadi pada klaim India dan Pakistan atas daerah Kashmir. Banyak pihak yang menyatakan bahwa Kashmir pada akhirnya memilih bergabung dengan India, namun yang terjadi “di balik layar” tidaklah demikian.
Rakyat Kashmir yang mayoritas muslim menuntut bergabung dengan Pakistan. Namun, India yang tak ingin melepas Kashmir melakukan aksi represif untuk membungkam aspirasi rakyat melalui penangkapan, penyerangan, maupun pembantaian yang dilakukan oleh polisi dan rakyat Hindu sekitar Kashmir. Maharaja Hari Singh selaku penguasa Kashmir yang beragama Hindu, diam-diam mengadakan kesepakatan dengan India pada 26 Oktober 1947 untuk menggabungkan Kashmir dengan India. Jika mendasarkan hal ini pada aturan pembagian wilayah berdasarkan agama, maka Kashmir yang mayoritas penduduknya adalah muslim seharusnya bergabung dengan Pakistan.
Setelahnya, India berjanji mengadakan referendum jika suasana Kashmir telah stabil. Pemerintah India juga mengumumkan bahwa akan membantu rakyat Kashmir yang ingin bermigrasi ke Pakistan. Namun, setelah rakyat yang akan bermigrasi dikumpulkan, mereka dihujani tembakan. Dalam hal ini, PBB bungkam dengan dalih India sanggup mengatasi masalah dalam negerinya sendiri.
Akhirnya, pada 1948 India mengumumkan penolakannya atas kemerdekaan Kashmir, dan mendatangkan rakyat Hindu untuk menekan jumlah umat Islam di sana. Tragedi ini menjadi konflik berkepanjangan dan menimbulkan perang besar yang dampaknya masih ada hingga hari ini.
Meski menjadi negara dengan penduduk mayoritas Hindu, namun satu hal menarik adalah populasi umat Islam di India ternyata terus meningkat. Sensus pada 1991 menunjukkan, jumlah umat Hindu India mencapai 82.4% dari total penduduk, sedangkan muslim menempati terbanyak kedua dengan 11.7%. Sepuluh tahun kemudian, yakni pada 2001, umat Hindu masih menjadi mayoritas dengan 80.5% dan muslim sebesar 13.4%. Menariknya, pada 2011 jumlah umat Hindu menjadi 79.8% dan muslim 14.2%. Untuk pertama kalinya, populasi umat Hindu berada di angka kurang dari 80%.
Hal inilah yang sesungguhnya menjadi tujuan utama dari The Citizenship (Amandment) Bill (CAB), sebagai revisi atas Undang-Undang Kewarganegaraan pada 1955. Para imigran gelap yang beragama Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan Kristen di India dapat lebih cepat melamar kewarganegaraan, yang awalnya disyaratkan untuk tinggal di India selama 11 tahun kini menjadi tak kurang dari 5 tahun apabila mereka bisa membuktikan bahwa mereka berasal dari Bangladesh, Pakistan, dan Afganistan.
Di lain pihak, hal ini juga berarti bahwa para imigran non-muslim dari tiga negara tersebut yang telah memasuki India paling lambat pada 31 Desember 2014 (yaitu di tahun yang sama dengan dimulainya Narendra Modi berkuasa), maka ia sudah dapat mengajukan diri sebagai warga negara India.
Apa yang akan terjadi dengan muslim yang dikecualikan dalam Undang-Undang ini? Mereka memang masih dapat mengajukan kewarganegaraan dengan aturan lama, yaitu setelah 11 tahun. Namun, kenyataannya selama ini mereka dipersulit ketika mengurus berbagai dokumen persyaratan kewarganegaraan. Selain ketidakjelasan hak kewarganegaraan, dampak terburuk ditolaknya jutaan muslim ini adalah dideportasi atau dipenjara.
Banyak pihak yang menyatakan bahwa CAB adalah langkah terbaik untuk melindungi kaum minoritas di tiga negara tersebut, serta tak ada maksud untuk menjadikan muslim sebagai “warga negara kelas dua”. Pengecualian muslim dalam CAB disebabkan karena Islam menjadi agama mayoritas di Pakistan, Bangladesh, maupun Afganistan. Namun, track record Narendra Modi dengan Bharatiya Janata Party (BJP) sebagai partai yang berkuasa justru secara otomatis mementahkan semua klaim anti-diskriminasi itu.
Sebagai contoh adalah dicabutnya pasal 370 yang menjamin otonomi khusus bagi wilayah Kashmir yang mayoritas penduduknya muslim, seperti memiliki konsititusi sendiri, bendera sendiri, serta kebebasan menjalankan pemerintahan yang terpisah dari pemerintah pusat India (kecuali dalam urusan hubungan luar negeri, pertahanan, dan komunikasi). Hal ini menyebabkan pemerintah memiliki otoritas penuh atas Kashmir. Untuk membungkam suara rakyat pasca diberlakukannya kebijakan ini, pemerintah melakukan aksi represif dengan menggunakan bantuan militer, memblokir media, dan memblokir sarana telekomunikasi selama berbulan-bulan.
Selanjutnya adalah diprioritaskannya program yang mewajibkan semua warga mendaftarkan diri kepada National Register of Citizen (NRC). Meski baru berlaku di negara bagian Assam, namun program yang direncanakan berlaku dalam skala nasional ini telah mejadikan lebih dari 1.9 juta masyarakat di sana memiliki hak kewarganegaraan yang tidak jelas. Padahal, sekitar sepertiga dari 32 juta penduduk Assam adalah muslim, yang menjadikannya sebagai negara bagian dengan jumlah penduduk muslim terbesar kedua setelah Kashmir.
Maka, argumentasi bahwa CAB adalah upaya untuk mengakomodasi minoritas yang mengalami persekusi di Bangladesh, Afganistan, dan Pakistan sungguh menggelikan. Ketika pemerintah India ingin membantu kaum minoritas di negara lain yang bahkan tidak hanya beragama Hindu, namun di saat yang sama mereka justru tidak membantu minoritas muslim di India yang terus mengalami persekusi di negaranya sendiri.
CAB sejatinya adalah upaya pengusiran umat Islam di India secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam rangka mengurangi jumlah populasi mereka. Sebuah ambisi yang menghalalkan segala macam cara, melanggar komitmen atas konsititusi, bahkan menyulut konflik antar masyarakat.
Peristiwa ini sesungguhnya mengingatkan kita, bahwa umat Islam membutuhkan satu institusi politik dan kepemimpinan universal yang dapat mengembalikan kemuliaan Islam dan umatnya. Tanpa adanya Khilafah sebagai pelindung, ke manakah umat Islam akan berlabuh? []
Sumber:
Ahmad Al-Usairy. 2008. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Akbar Media Eka Sarana: Jakarta.
Tim Riset dan Studi Islam Mesir. 2013. Ensiklopedi Sejarah Islam Jilid 2. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.