Bagaimana Caranya Islam Dapat Mengalahkan Liberalisme?
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di tengah-tengah kalian terdapat masa kenabian, atas izin Allah dia tetap ada. Lalu, Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian, akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Dia ada dan atas izin Allah, dia akan tetap ada. Lalu, Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian, akan ada kekuasaan yang dzalim; dia juga ada dan atas izin Allah dia akan tetap ada. Lalu, Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian, akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; dia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya, akan ada kembali Khilafah yang mengikut manhaj kenabian. Kemudian, Nabi Muhammad diam.”
(HR Ahmad)
Dikarenakan berbagai faktor seperti yang disebutkan dalam tulisan sebelumnya (yang berjudul “Mengapa Liberalisme Disebut Sebagai Ideologi Paling Ideal?”), sebagian pengemban ide Islam merasa canggung dengan idenya. Mereka mencari jalan tengah di antara kedua ide tersebut, yakni mencampuradukkan antara Islam dan Liberalisme. Langkah yang mereka lakukan pada dasarnya karena tidak percaya diri dengan Islam, dengan senantiasa mempertanyakan, “apakah Islam betul-betul bisa berkoeksisten dengan perkembangan zaman atau tidak?”
Ketidakpercayadirian ini berakar pada ketidakpahaman akan geneologi dari masing-masing ide tersebut. Padahal ide Islam merupakan ide yang diturunkan oleh Allah melalui Nabi Muhammad kepada umat manusia hingga akhir zaman. Jadi, jika kita melekatkan ide Islam dalam tempurung kepala kita, seharusnya sudah tidak ada lagi pertanyaan sejenis, “apakah ide Islam masih relevan?”.
Klaim yang menyatakan bahwa Liberalisme merupakan ide yang paling berhasil, dan tentu saja relevan dengan zaman, juga patut dipertanyakan. Jika kita bersandar pada realitas saat ini, maka memang patut diakui bahwa ide Liberalisme begitu berhasil dalam mendakwahkan dirinya. Keberhasilan ini sebagian besar ditopang oleh sekumpulan “imperium” yang saling bahu-membahu dalam melanggengkan Liberalisme dan mendakwahkannya, yakni Amerika Serikat dan sekutu Baratnya. Sedangkan, Islam tidak memiliki “imperium pendakwah” tersebut.
Bayangkan, ide Liberalisme saat ini hampir diamini oleh seluruh negara di dunia ini, bahkan hampir seluruh individu yang saat ini masih hidup di dunia ini mengadopsi paham Liberalisme. Selain ditopang oleh imperium, Liberalisme juga disebarkan oleh aktor-aktor yang lebih kecil, seperti media dan organisasi non-pemerintahan. Kombinasi berbagai aktor tersebutlah yang pada akhirnya membuat ide Liberalisme tetap kokoh bercokol di dalam tempurung kepala manusia.
Jika saat ini Liberalisme dianggap sebagai ide yang paling sukses untuk didakwahkan, maka berbeda dengan Islam. Islam merupakan ide yang terpaksa menelan kekalahan dikarenakan tidak adanya “imperium” yang menopang penyebaran ide ini. Meski begitu, Islam merupakan satu-satunya ide yang diridhai oleh Allah dan ide ini juga datangnya dari-Nya. Maka sudah pasti ide ini akan membawa kebaikan, baik bagi manusia maupun alam semesta.
Berbeda dengan Liberalisme yang meskipun sukses didakwahkan, namun ide ini tidak membawa kebaikan bagi manusia, apalagi alam semesta. Atas ulah ide inilah terjadi berbagai kekacauan di dunia. Barat mendakwahkan ide Liberalisme hanya supaya mereka bisa menjaga sistem ini tetap langgeng, yaitu sistem yang akan selalu menjaga kepentingan dan nafsu ingin menguasai berbagai kenikmatan dunia.
Belajar dari keberhasilan Liberalisme dan keruntuhan komunisme Soviet, maka satu-satunya cara agar ide Islam sukses untuk didakwahkan adalah dengan membangkitkan kembali “imperium Islam” sebagai penopang penyebaran ide ini ke seluruh plosok dunia. Karena hanya dengan cara itulah, ide Islam bukan hanya bisa disebarkan, tetapi juga diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. InsyaAllah kita akan menunggu dan berjuang untuk membangkitkan “imperium” tersebut.
Sungguh, kebangkitannya merupakan keniscayaan, kemunculannya adalah perkara yang dijanjikan. Maka, tidakkah kita tergerak untuk menyongsong pahala besar dan ikut memperjuangkannya?[]
Sumber:
Felix Y. Siauw. 2010. Beyond the Inspiration. Khilafah Press: Jakarta.
Francis Fukuyama. 1992. The End of History and The Last Man. The Free Press: New York.
Marvin Perry. 2012. Peradaban Barat dari Zaman kuno Sampai Zaman Pencerahan. Kreasi Wacana: Yogyakarta.
Taqiyuddin an-Nabhani. 2012. Peraturan Hidup dalam Islam (Edisi Mu’tamadah). HTI Press: Jakarta.