Dampak Perang Salib Bagi Kemajuan Peradaban Eropa
TRANSFER ILMU DARI UMAT ISLAM KEPADA EROPA
Walaupun tujuan utama pasukan salib adalah untuk berperang, namun mereka terpengaruh dengan peradaban umat Islam dan mentransfer kemajuan-kemajuan Islam ke Eropa. Hasil interaksi tersebut berhasil mengeluarkan Eropa dari kemerosotan dan keterbelakangan.
Gustave Le Bon (seorang polymath Perancis) memberikan komentarnya, “Hubungan antara Barat dengan Timur selama dua abad merupakan salah satu faktor terpenting atas pertumbuhan peradaban di Eropa. Jika seseorang ingin mengetahui pengaruh Timur terhadap Barat, maka ia harus mengetahui peradaban dua blok tersebut. Timur memiliki peradaban yang maju disebabkan peran bangsa Arab. Adapun Barat tenggelam dalam lautan kebiadaban.”
Sebagai bentuk keseriusan mereka, sebagian tentara salib ada yang diberi tugas khusus menerjemahkan berbagai naskah ilmiah dari bahasa Arab ke bahasa latin agar dapat dipahami oleh orang-orang Eropa. Berbagai ilmu yang mereka pelajari kemudian diarsipkan dalam bentuk buku.
TRANSFER BUDAYA DAN TEKNOLOGI
Tradisi-tradisi Islam dalam berpakaian, kesehatan, dan ilmu mengelola keluarga juga banyak mereka impor ke Eropa. Keindahan budaya Islam segera menyadarkan mereka untuk bangkit dari keterpurukan demi mewujudkan kesejahteraan dan peradaban yang maju.
Pasukan salib juga belajar dari kaum muslimin hal-hal terkait perindustrian, keterampilan, dan teknologi. Gustave Le Bon mengatakan, “…setelah belajar teknologi pembangunan dari kaum muslimin, terjadi perubahan pembangunan besar-besaran pada bangsa Eropa.”
Ia juga mengatakan, “Sesungguhnya pengaruh Timur dalam memajukan peradaban Barat sangat besar sekali dengan adanya perang Salib. Dan sesungguhnya pengaruh tersebut dalam bidang seni, industri, dan perdagangan lebih besar daripada pengaruhnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra. Jika kita melihat kemajuan hubungan perdagangan antara Barat dan Timur dan kemajuan di bidang seni dan industri yang muncul akibat persinggungan antara pasukan salib dengan bangsa Timur, maka akan jelas bagi kita bahwa bangsa Timur adalah bangsa yang mengeluarkan bangsa Barat dari kebiadaban dan merekalah yang mempersiapkan jiwa-jiwa untuk maju berkat ilmu-ilmu Arab dan sastra-sastra mereka yang kemudian dipelajari di universitas-universitas Eropa. Dari situlah suatu saat masa kebangkitan muncul.”
Walhasil, peradaban Barat sangat terwarnai dan menjadi awal mula kebangkitan peradaban mereka, yang biasa kita sebut “Renaissance”. Semua itu tidak mungkin terwujud tanpa adanya perang salib dan interaksi mereka dengan umat Islam. Meski harus diakui, perang salib memberikan kerugian dan kekalahan mengenaskan bagi mereka, namun di sisi lain perang Salib memberikan sebuah bekal bagi terwujudnya peradaban gemilang yang belum pernah mereka bayangkan.
Sebaliknya, tidak ada hal baik yang dapat diambil oleh umat Islam dari orang-orang Eropa. Moral mereka bejat, mereka memeras kawan dan lawan serta membunuh keduanya tanpa ampun. Mengenai kebiadaban mereka, Gustav Le Bon berkata, “Tidak ada hal-hal positif dalam diri bangsa brutal yang dapat ditiru oleh dunia Timur. Bangsa Timur tidak mendapatkan apa-apa dari mereka. Perang Salib tidak menghasilkan sesuatu pun bagi bangsa Timur kecuali tumbuhnya penghinaan dalam hati bangsa Timur terhadap bangsa Barat yang berlangsung hingga beberapa generasi dan lahirnya tanggapan negatif terhadap orang-orang Kristen dan agama Kristen sendiri.”
TRANSFER MORALITAS DAN AGAMA
Untuk yang kesekian kali, pasukan salib juga dibuat kagum sekaligus terheran-heran. Padahal, berbagai pembantaian penuh kekejaman dan jauh dari rasa kemanusiaan yang dilakukan oleh pasukan salib adalah bentuk kejahatan yang tak layak diampuni. Normalnya, sebuah pembantaian dibalas dengan pembantaian. Namun, sikap sebaliknya justru ditunjukkan oleh umat Islam. Mereka sangat toleran dan penuh perdamaian.
Thomas Arnold (sejarawan Inggris) mengomentari, “Tampak jelas bahwa akhlak Shalahuddin Al-Ayyubi dan kehidupannya yang penuh dengan kepahlawanan telah menimbulkan pengaruh besar dan sihir yang khusus di telinga kaum Nasrani. Bahkan sebagian dari para pahlawan Nasrani karena sangat terpengaruh dengan Shalahuddin rela meninggalkan agama Nasrani, meninggalkan kaumnya, dan bergabung dengan kaum muslimin.”
Will Durant (penulis, sejarawan, dan filsuf Amerika) menambahkan, “…para sejarawan Nasrani merasa heran, bagaimana agama Islam (yang salah dalam pandangan mereka) mencetak tokoh yang mencapai keagungan seperti ini.”
Ketika menaklukkan suatu wilayah, pasukan Islam tidak memiliki misi untuk memperbudak, bertindak sewenang-wenang, dan berbuat dzalim. Karenanya, pasukan salib kemudian melihat persamaan, keadilan, dan persaudaraan yang indah di antara kaum muslimin. Akibatnya, mereka mulai terpicu untuk bangkit dan melawan sistem borjuisme, ketimpangan sosial, tindakan merendahkan manusia, dan berani mengingkari otoriterisme gereja.
(catatan: sikap toleran dan penuh damai yang ditunjukkan oleh umat Islam, bukan berarti sesuatu yang berlaku di semua situasi. Silahkan dipelajari kembali terkait fiqih jihad. Penulis di sini hanya memberikan gambaran terkait sikap umat Islam dan dampaknya bagi moralitas pasukan salib).
DIMULAINYA INVASI PEMIKIRAN/GHAZWUL FIKRI
Masa damai antara pasukan salib dengan umat Islam ternyata juga memberikan mereka ide yang sebelumnya belum pernah terpikir oleh otak-otak mereka, bahwa dalam melalui hasil interaksi selama masa damai itu, mereka memiliki celah untuk merusak struktur masyarakat Islam – sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh kekuatan militer.
Walhasil, umat Islam yang imannya masih lemah, perlahan mulai meninggalkan ajaran agamanya. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian tertarik kepada wanita-wanita pelacur dari Eropa, menggadaikan keimanannya, dan bergabung dengan pasukan salib.
Hasil yang di luar dugaan itu membuat pasukan salib menghentikan perang militer dan memulai perang jenis baru, yang disebut dengan invasi pemikiran/ghazwul fikri. Aliran darah diganti oleh cinta, pasukan kavaleri diganti dengan serangan pemikiran, kata-kata manis menggantikan suara gemerincing pedang.
Demikianlah, ketika Islam berinteraksi dengan peradaban suatu negeri, ia akan menyinari dan memberikan manfaat yang luar biasa besar bagi penduduknya. Keberkahan yang ditandai dengan bertambahnya kebaikan akan terwujud, mengiringi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Sesuatu yang sangat tidak dimiliki oleh peradaban-peradaban lain, baik sebelum maupun setelah kedatangan Islam.[]
Sumber:
Muhammad Sayiid Al-Wakil. 2005. Wajah Dunia Islam Dari Bani Umayyah hingga Imperialisme Modern. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta.
Raghib As-Sirjani. 2009. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta.